Seorang ibu yang belajar dan berproses untuk merawat dan menumbuhkan fitrah keluarga

Sabtu, 17 April 2021

Ramadhan Day 3: Sebait Perjalanan #2

 

google.com

Guratan asa itu kini kian terang. Loncatannya membuncah karena girang. Teringat betapa berat laju pembuktian perjuangan. Kini ku terduduk dalam sebuah gerbong kereta khusus wanita. Yang harapannya kan menemaniku menjemput asa itu. Asa yang tlah lama terpendam namun tak pernah mati. Dengan asa itulah ku merasa hidup. Hidup dalam alam pikiran dan angan yang membawaku serasa terbang menembus batas logika yang kadang tak dipercaya oleh terbatasnya daya pikir manusia.

Perlahan gerakan gerbong yang serasa sedikit mengguncang di awal pemberangkatan. Namun, kini kurasai stabil dan nyamannya perjalanan. Dan memang seperti itulah dawai kehidupan memperjalankan setiap manusia. Dari getaran-getaran itulah tercipta alunan merdu kehidupan yang indah. Kali pertama kita memutuskan sesuatu sungguh terasa berat di pijakan pertama.  Ketakutan, kebimbangan, pergolakan batin bahkan mungkin pertentangan senantiasa mengiringi getaran di kali pertama. Namun seperti halnya kereta dan dawai gitar tadi, maka setelah goncangan dan getaran itu akan dirasakanlah sebuah kenyamanan terutama kepuasan hati. Kepuasan akan perjuangan melawan ketakutan pada pikiran, kebimbangan hati, pergolakan batin atau mungkin pertentangan atas keputusan yang diambil.

Laju perjalanan yang nyaman itu bukanlah tidak diwarnai dengan riak-riak kesulitan, justru harus diwarnai agar lebih terlihat dan terasa indah. Kesulitan itu layaknya bumbu penyedap pada masakan. Bumbu tersebut menjadikan rasa hidup semakin lezat dan enak. Bayangkan jika sebuah masakan tanpa bumbu sedikitpun pasti akan terasa hambar.  Begitu pula perjalanan hidup, ia akan terasa hambar jika tidak ada bumbu-bumbu berupa kesulitan, kegagalan, kesuksesan, kemenangan, derai tangis dan canda tawa. Kita wajib meyakini bahwa semua itu telah diatur oleh Sang Pencipta. Dan tak ayal, tujuannya pun untuk kebaikan kita semua.

Perjalanan hidup tak mengenal siaran tunda. Ia senantiasa berjalan, berputar, menari-nari menghiasi hari-hari yang dilewati. Namun, ada kalanya perjalanan itu diselingi dengan pemberhentian sementara. Berhenti sejenak istilahnya. Mengapa harus berhenti? Perhentian itu bertujuan untuk mengisi kembali baterai dalam diri, mengevaluasi perjalanan yang telah terlewati atau sekedar menikmati serpihan-serpihan kecil yang mewarnai.  Dan yang paling penting adalah untuk membenahi rangkaian-rangkaian mimpi untuk bisa menjadi lebih baik. Muhasabah diri mungkin itulah yang memang harus dilakukan oleh setiap kita yang merasa hidup di dunia. Karena merupakan sebuah kepastian bahwa dalam perjalanannya, hidup ini penuh dengan warna yang kadang ada yang harus dihapus, diperbaiki atau dihias kembali agar menjadi lebih indah.

Allah Yang Maha Baik telah menyediakan waktu yang sangat luas bagi kita manusia untuk bermuhasabah/merenung. Dalam satu hari saja ada 5 kali waktu yang disediakan Allah untuk kita. Kapan waktu tersebut? Yaitu saat sholat wajib. Belum lagi jika ditambah dengan shalat-shalat sunnah yang lain. Sudah berapa waktu yang Allah berikan kepada kita? Tak terhitung lagi.  Dalam shalat tersebut ada waktu ketika kita mengadu kepada Allah atas segala persoalan hidup. Ada waktu ketika kita memohon kepada Allah untuk mengabulkan apa yang kita inginkan. Namun pertanyaannya, apakah kita mau memanfaatkan waktu yang disediakan oleh Allah tersebut atau tidak?

Sungguh akan terasa merugi jika kita hanya mengisi ruang-ruang perjalanan hidup ini dengan sesuatu yang hambar. Ciptakan selalu tantangan agar otak senantiasa aktif bekerja, hati senantiasa terasah tuk merasa yang nantinya kan terlahir memoar-memoar indah catatan perjalanan hidup kita. Hal tersebut membuktikan bahwa kita pernah hidup dan merasai kehidupan. Rangkaian kemanfaatan yang kita hembuskan meski hanya lewat sebuah keteladanan merupakan prasasti yang kelak bisa mengantarkan kita pada kehidupan yang lebih bermakna di hadapan-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar