Seorang ibu yang belajar dan berproses untuk merawat dan menumbuhkan fitrah keluarga

Minggu, 18 April 2021

Ramadhan Day-5 Perempuan-Perempuan Perkasa

 



Perempuan merupakan sosok yang banyak dibicarakan oleh banyak kalangan. Perempuan menyimpan rahasia yang tak banyak diungkap kecuali oleh orang-orang yang menghargai seorang perempuan. Perempuan tak bisa disentuh dengan kekerasan, namun jangan pula memandang bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah.

Saat itu, sebuah sore yang cerah, dikala kuberkendara dengan sepeda motor kesayanganku. Angin bertiup, menerpa wajah yang kututup dengan masker. Terasa pedih di mata ketika kubuka kaca helm yang melindungi muka. Namun kubiarkan, karena jarang kubisa menikmatinya. Jalanan terasa lengang karena memang tak terlalu banyak kendaraan. Saat kumenikmati perjalananku, di depanku ada seorang yang bermotor dengan membawa barang bawaan yang tak wajar. Hal tersebut menggelitik keingintahuanku. Maka kucoba membuntutinya. Dan akhirnya pun kutemukan jawaban. Betapa takjubku ketika kumengetahuinya. Sosok tersebut adalah seorang perempuan, berkendara dengan sepeda motor. Aku menyebutnya Honda Star. Mungkin tak ada yang istimewa. Tapi menurutku perempuan itu istimewa. Yang membuatnya istimewa adalah apa yang dia bawa. Jok belakang ada beberapa barang yang kupikir tak wajar dibawa seorang perempuan yang melewati jalanan menanjak dan menurun seperti yang kulalui saat ini. Setelah kuhitung, perempuan yang sudah cukup berumur itu membawa 8 karung yang dia bawa sendirian. 2 karung dia letakkan di depan (foot step) dan sisanya yang berjumlah 6 karung dia ikat di jok bagian belakang.

Mengapa kumenyebutnya istimewa? Jika kumembayangkan aku yang membawanya mungkin tak akan sanggup. Tidak hanya itu. Cara beliau berkendara pun tak main-main. Aku mencoba mengimbangi kecepatannya di jalanan yang cukup menantang, namun ku tak bisa. Beliau tetap memimpin di depan. Ku hanya berpikir bahwa apa yang beliau bawa mungkin akan segera dijual yang mana uangnya akan segera diberikan kepada anak-anaknya yang menunggu di rumah.

Tak berhenti di situ. Satu pekan berselang setelah kubertemu perempuan perkasa itu. Aku pun bertemu dengan perempuan perkasa yang lain. Masih sama seperti jalan yang kulalui pekan lalu. Perempuan ini umurnya berkisar 50 tahun. Dia menggunakan pakaian ala Jawa tulen, yaitu jarik dan baju jawa untuk bagian atas. Dan yang membuatnya istimewa adalah dia mengendarai sepeda yang kusebut sepeda unta yang sangat tinggi dan di bagian belakang dia membawa dua keranjang berisi barang dagangan berupa sayuran dan semacamnya. Sore itu aku hanya bisa tafakur betapa  sulitnya melakukan itu semua.

Sungguh betapa indah semua yang ditampakkan padaku. Di sela-sela aku berpikir tentang perempuan-perempuan perkasa itu di bagian ufuk sebelah utara seperti arah yang aku tuju aku melihat asma Allah terlukis di sana. Awan-awan yang merupakan bagian dari ciptaan-Nya bertasbih dengan melukiskan asma-Nya di permukaan awan tersebut. Dalam hati ku hanya bisa berkata, adakah alasan bagiku untuk tidak berdzikir kepada-Nya jika awan yang tak bernyawa saja selalu ingat pada-Nya.

Lamunanku kembali kepada perempuan-perempuan perkasa tadi. Tak kubayangkan jika mereka adalah seseorang bagian dalam kehidupanku ataupun diriku sendiri. Akan sanggupkah? Namun, sepertinya pertanyaan itu tak perlu karena sebenarnya apa yang mereka lakukan itu berawal dari kondisi yang memang melingkupi mereka. Keadaan lah yang memaksa mereka menjadi seperti itu. Tak ada kata terpaksa untuk mereka, karena kupikir mereka menikmati dalam menjalani itu semua.

Betapa selama ini kita banyak mengeluh dengan kondisi yang ada di sekitar kita. Mengeluh tentang pekerjaan yang kita geluti. Merasa berat untuk berbuat yang terbaik. Mengumpat jika pekerjaan tak sesuai dengan keinginan. Dan segala hal yang tak jauh beda. Tak merasa malukah jika kita melihat pada perempuan-perempuan perkasa tadi. Di sela umur yang kian menua, tenaga yang kian berkurang namun mereka tetap tegar dan pasrah dalam menjalaninya. Dalam hati mereka hanya bisa berharap bahwa apa yang mereka kerjakan hari ini membuahkan hasil dan bisa dipakai untuk menghidupi keluarganya. Sangat jauh dengan kita, ketika mendapat sedikit nikmat maka pikiran kita sudah berjalan-jalan ke mall, toko baju, toko sepatu, tempat rekreasi dan keinginan-keinginan yang lain yang terkadang bukanlah prioritas dalam kehidupan kita. Benarlah jika dikatakan jika manusia itu panjang angan-angannya. Keinginan mereka terlalu banyak yang kadang tak mereka sesuaikan dengan prioritas maupun kebutuhan yang mendasar.

Tak salah jika seharusnya kita belajar dari perempuan - perempuan itu, agar kita lebih bisa bersyukur atas apa yang ada dalam diri kita saat ini. Betapa kuiri pada mereka, kekuatan yang muncul dari dalam diri mereka adalah kekuatan ikhlas. Perempuan, siapapun dirimu kuingin menjadi sepertimu. Kuingin sekuat dirimu. Kuingin se-IKHLAS dirimu.



pict: google

Tidak ada komentar:

Posting Komentar