Seorang ibu yang belajar dan berproses untuk merawat dan menumbuhkan fitrah keluarga

Jumat, 09 April 2021

Misi Hidup; Merawat Fitrah Keluarga


 

ü Merumuskan Misi Hidup

Misi hidup adalah peran hidup yang dipilih dan diperjuangkan hingga akhir hayat. Misi hidup ini ditemukan melalui proses yang sangat panjang. Pertemuan dengan misi hidup ini pun terkadang tak terbatas oleh usia. Ada yang menemukan misi hidup di usia yang sangat belia. Sebagai contoh para sahabat Rasulullah SAW yang menemukan peran hidupnya di usia muda. Salah satu yang sering kita dengar adalah Muhammad Al Fatih. Pada usia 25 tahun beliau telah mampu menaklukkan Konstantinopel di Romawi Timur. Sosok Muhammad Al Fatih ini tentu saja melalui proses pengasuhan keluarga yang sangat luar biasa. Bahakan bisa disimpulkan bahwa karakternya dibangun  oleh peradaban pada saat itu. Selain Muhammad Al Fatih masih banyak lagi sosok pemuda yang memulai debut misinya di awal usia.

Meskipun begitu, ketika usia telah beranjak renta pun tak menghalangi untuk berusaha menemukan misi hidup dan memperjuangkannya hingga tutup usia. Sebuah misi dalam hidup bukanlah target yang dibatasi oleh waktu. Misi hidup merupakan arah hidup yang senantiasa memanggil-manggil untuk dilaksanakan dan terus diperjuangkan. Maka dari itu, taka da kata berhenti dalam menjalankan misi hidup ini. Sering kita melihat seorang yang sangat bersemangat dalam melakukan suatu gerakan perubahan dan dia terus menerus melakukan itu hingga maut lah yang menghentikan perjuangannya tersebut. Salah satu contoh yang dekat dengan kita adalah almarhum Bapak BJ. Habibie. Siapa yang tak kenal dengan sosok arsitek ini? Beliau sedari muda sudah memperjuangkan misinya dalam bidang kedirgantaraan. Meskipun apa yang beliau lakukan mungkin tidak begitu diapresiasi, tetapi beliau tetap berjuang menjalankan misi tersebut. Hingga pada akhirnya kini putranya pun bergelut pada bidang yang sama, sebagai penerus misi sang ayah. Kesimpulan lain dari misi hidup adalah terintegrasi dengan misi keluarga. Misi hidup yang dijalankan tak bisa terlepas dari misi keluarga yang akan diwujudkan. Poin penting dalam misi hidup adalah sesuatu yang diperjuangkan hingga akhir hayat dan terintegrasi dengan misi keluarga.

Dalam penjelajahan kali ini, sesuatu yang menurut saya sangat menantang karena kami diminta untuk menuliskan misi hidup dengan detail. Oleh karena itu, proses perumusan misi hidup tersebut dilakukan secara bertahap yang nantinya diharapkan akan membentuk sebuah karakter dalam hidup. Seperti apa yang disampaikan oleh sahabat Widya Iswara mbak Farida Ariyani maka komponen karakter yang menjadi patokannya adalah knowing, feeling dan action.

1.    Knowing

Dalam tahap ini, saya berusaha mencari tahu “kegalauan” yang selama ini saya alami. Dari “kegalaua tersebut yang nantinya akan mendorong saya untuk belajar lebih banyak dalamenemukan solusi. Kegalauan yang saya alami selama ini adalah sebagian besar orang tua berpandangan untuk bisa memiliki banyak uang sehingga bisa menyekolahkan anak di tempat favorit. Sekolah menjadi tempat untuk menempa semua aspek dalam proses pendidikan anak. Sementara itu, tidak semua orang tua yang mau terlibat dalam proses tersebut. Hal inilah yang menjadikan semakin melonjaknya krisis adab dan krisis moral. Karena tanggungjawab pendidikan adab/moral adalah keluarga.

Dari permasalahan tersebut akhirnya saya belajar untuk menemukan solusi. Salah satu solusi yang saya pilih adalah dengan belajar mengenai Fitrah Based Education (pendidikan berbasis fitrah) yang dicetuskan oleh Ust. Harry Santosa. Kami pun tersadar bahwa selama ini kehidupan kami tidak dipandu dari misi personal maupun misi keluarga. Kami berjalan seperti umumnya orang, yaitu mencari uang untuk kebutuhan dan kesenangan. Padahal misi hidup tersebut yang akan memandu seluruh gerak dalam menjalani kehidupan yang lebih baik.

2.    Feeling

Dalam proses ini, hati yang terlibat untuk merasa apakah yang kami pilih tersebut baik ataukah tidak. Banyak manfaatnya ataukah mudharatnya? Setiap saat melakukan self talk dan perenungan untuk memperkuat keyakinan. Dari proses tersebut akhirnya kami sampai pada kesimpulan bahwa pendidikan berbasis fitrah merupakan jawaban dari kegalauan yang kami alami. Dari kesadaran dan keyakinan tersebut, maka kami semakin bersemangat memperkuat niat untuk segera berubah.

3.    Action

Setelah melalui dua proses sebelumnya maka saat inilah saatnya untuk bergerak dan berubah.  Beberapa pola pikir dan pola hidup yang kami jalani saat ini diantaranya:

a.       Menjadi “pendidik rumahan”

Seperti halnya orang tua muda yang memiliki anak usia pra sekolah, maka kami pun memiliki harapan dan mimpi besar untuk kedua anak kami. Salah satu harapannya adalah anak-anak dapat bersekolah di tempat yang favorit dengan biaya selangit. Alasan tersebut yang mendasari kami berdua untuk giat bekerja mengumpulkan pundi-pundi uang sehingga bisa mewujudkan impian tersebut. Selain itu, kami juga memiliki harapan bahwa anak-anak sedini mungkin harus sudah diberikan bekal berupa berbagai macam ilmu.

    Namun, setelah mengenal FBE kami tersadar bahwa tak ada istilah lebih cepat lebih baik lagi. Yang ada adalah fitrah yang tumbuh dengan sempurna sesuai dengan waktunya. Maka saat ini yang kami lakukan adalah menemani anak-anak bermain. Yang menjadi titik tekan kami saat ini adalah mempesonakan mereka akan Maha Besarnya Allah. Kami berusaha bagaimana anak-anak memiliki kekaguman akan agama Islam. Kami juga belajar lagi untuk mendalami sejarah perjalanan Rasulullah SAW agar kami bisa mengisahkan bagaimana hebatnya utusan Allah tersebut.

Dalam proses membersamai anak-anak tersebut, justru kami sadar bahwa sebenarnya fitrah kamilah yang belum tumbuh dengan sempurna. Selama ini kami berislam hanya sekedar beribadah saja tanpa ada ghirah untuk berbuat bagi agama. Maka-proses dalam merawat dan menumbuhkan fitrah pada anak-anak tersebut membuat kami pun tersadar akan kekurangan selama ini.

b.      Mengurangi carbon footprint

Sudah menjadi kebiasaan di rumah, pilihan pertama kami ketika akan bepergian untuk jarak dekat adalah dengan bersepeda. Anak-anak merasa nyaman ketika bersepeda karena biasanya kami memilih jalur yang sediit polusi uadaranya. Biasanya kami lewat pematang sawah, lewat kebun-kebun jagung, gang-gang sempit. Pengalaman inilah yang justru menjadi “sumber kebahagiaan” tersendiri bagi kami dan anak-anak. Selain itu, tempat-tempat yang kami lewati tersebut menjadi sumber belajar bagi anak-anak.

Kegiatan memilah sampah juga menjadi bagian penting dalam keluarga kami. Setelah menerapkan proses pemilahan ini kami semakin “menikmati”. Kami mendapat keuntungan berupa kompos dari sampah organik. Sampah anorganik pun semakin berkurang karena dibarengi dengan mengurangi penggunaan plastik.

Setelah mengenal konsep fitrah, maka kami saat ini berusaha memenuhi kebutuhan harian dengan membuatnya sendiri. Untuk kebutuhan makanan harian kami terbiasa memasak sendiri. Bahan yang dimasak pun kami usahakan untuk ditanam di sekitar rumah. Beberapa barang penunjamg yang saat ini kami usahakan untuk dibuat sendiri diantaranya adalah: deodorant, minyak rambut, minyak telon anak, sabun mandi, dan masker. Untuk kebutuhan yang selain itu, kami berusaha umtuk meminimalisir pemakaian.


c.    Memilih makanan yang halal dan thayib

Ungkapan hidup untuk makan atau makan untuk hidup memang perlu menjadi bahan perenungan. Mengapa begitu? Karena selama ini banyak konsep salah kaprah kita tentang makanan yang sebenarnya dibutuhkan oleh tubuh. Sebelum mengikuti kelas FWM Summit, kami berpandangan bahwa makanan itu seperti apa yang umumnya ditemui di masyarakat. Ternyata sajian tersebut tak semuanya dibutuhkan oleh tubuh. Tubuh kita memerlukan makanan untuk regenerasi sel atau biasa disebut dengan living food. Living food didapatkan dari buah-buahan dan sayuran segar. Itupun tak banyak proses dengan dimasak.

Berawal dari pemahaman tersebut, maka saat ini kami menimati waktu menjadi “petani” rumahan. Bertani di area sempit yang terkadang dianggap aneh. Banyak yang menyarankan kenapa harus menanam sendiri kalau beli saja lebih mudah. Namun, sudah menjadi niatan kami untuk bisa mewujudkan ketahanan pangan keluarga meskipun masih dalam sektor  kecil. Kami mempunyai mimpi besar untuk memiliki peternakan kambing, lahan bertanam yang lebih luas, serta area untuk bisa beternak lebah madu.

 

Dari semua proses panjang tersebut, maka saatnya untuk merumuskan misi hidup diri ini. Misi hidup saya di dunia adalah Menjadi ibu yang senantiasa belajar dan bersungguh-sungguh dalam merawat fitrah keluarga sehingga terwujud pendidikan dan pola hidup selaras fitrah”

 

ü Tantangan dalam Mewujudkan Misi Hidup

Ketika mulai mengaplikasikan FBE di dalam kehidupan sehari-hari, kami menemukan beberapa kendala. Kendala tersebut biasanya bersifat keraguan dan ketakutan apakah kami mampu melakukannya. Sebagai contoh ketika mengambil keputusan tentang pendidikan anak-anak. Untuk usia sampai 5 tahun, anak bersekolah bersama ibu dan ayahnya di rumah. Keputusan tersebut tentu saja menuntut pemenuhan waktu maupun kapasitas. Akhirnya salah satu dari kami pun akhirnya resign dari pekerjaan. Saya sebagai ibu dari anak-anak lah yang akhirnya melepaskan pekerjaan yang sudah sekitar 11 tahun digeluti (sebagai guru di sekolah swasta). Tetap ada kekhawatiran karena satu pundi keuangan kami harus berkurang.

Tantangan selanjutnya adalah pertanyaan dari keluarga besar dan juga masyarakat kenapa anak belum masuk sekolah. Karena di tempat kami, anak usia dini memang sudah seharusnya masuk sekolah. Jujur waktu itu memang kami kebingungan memulai dari mana. Ditambah belum adanya komunitas yang bisa saling mendukung dalam menerapkan konsep FBE dalam keluarga. Akhirnya penguatan tersebut kami lakukan dalam keluarga inti. Suami yang selalu menyemangati dan kembali menyadarkan tentang misi keluarga. Ketika saya merasa lelah dan bingung bagaimana membersamai anak-anak, maka beliau akan kembali menyadarkan tentang konsep FBE yang sampai saat ini kami pilih sebagai panduan.

 

 

ü Karakter yang Menguatkan Misi Hidup

Proses untuk perwujudan misi hidup tersebut memerlukan penguat agar senantiasa istiqomah untuk memperjuangkannya. Beberapa karaktert dalam ibu professional di bawah ini yang akan selalu menjadi penguat proses dalam menjalani misi hidup tersebut.

 

1.      Never stop running, the mission alive

Dalam komunitas ibu professional ini kami bersama saling menjaga, terus bergerak menuju misi hidup. Berproses bersama dalam ranah kerja dan bidang masing-masing. Sesekali tak apa beristirahat untuk mengisi perbekalan. Sebuah ketapel pun perlu ditarik mundur untuk menghasilkan loncatan yang jauh.

 

2.      Don’t teach me. I love to learn.

Karakter ini merupakan sesuatu yang harus seantiasa melekat pada diri setiap ibu. Karena dengan belajar maka seorang ibu akan lebih bisa mengimbangi proses perkembangan anak-anak. Selain itu, seorang ibu akan menjadi inspiratory dan generator bagi masyarakat di sekitarnya. Maka, tak perlu disuruh dan merasa terpaksa seorang ibu harus selalu haus akan ilmu pengetahuan terbaru.


3.      I know I can be better

Seorang ibu harus merasa yakin bahwa dirinya bisa berproses menjadi pribadi yang lebih baik. Dengan senantiasa melakukan update dan upgrade ilmu serta keterampilan.

 

4.      Always on time

Waktu merupakan salah satu harta yang paling berharga yang dimiliki oleh manusia di muka bumi. Dengan menghargai dan memanfaatkan waktu dengan baik maka akan terjadi perubahan besar dalam hidup. Oleh karena itu, dalam mewujudkan misi pun harus senantiasa memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. Tak ada sedetikpun waktu yang terlewat kecuali digunakan sebagai sarana memperjuangkan misi kehidupan.

 

5.      Sharing is caring

      Perwujudan misi tersebut pastilah melibatkan orang lain terutama keluarga. Maka karakter berbagi haruslah menjadi kebiasaan yang dilakukan. Dari proses berbagi tersebut akan banyak orang yang mendapat inspirasi dari apa yang dilakukan. Berbagilah sebagai bagian dari perhatian kepada orang lain. Kita tak hanya menjadi baik sendiri tetapi harus membaikkan orang lain.

 

Harta karun telah terkumpul, misi telah dirumuskan. Kini saatnya untuk menata hati dan berharap keridhoan Allah SWT agar apa yang telah dirumuskan mendapatkan kemudahan di kemudian hari.

Nur Iswanti Hasani

 

#Misi7

#KarakterIbuProfesional

#PenjelajahSamuderaAmarta

#Matrikulasibatch9

#InstitutIbuProfesional

#IbuProfesionalforIndonesia

#SemestaKaryauntukIndonesia

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar