Seorang ibu yang belajar dan berproses untuk merawat dan menumbuhkan fitrah keluarga

Kamis, 22 April 2021

Ramadhan Day-10: Globalisasi

 


Hari yang menantang. Kenapa begitu? Ya karena hari ini ada mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan (PKn) yang harus aku ajarkan. Terkhusus mata pelajaran ini, persiapanku harus ekstra maksimal karena materi pada mata pelajaran ini menuntut keluasan pengetahuan dan pengalaman. Jika tidak, bisa mati kutu di depan kelas. Atau, jika sudah tidak bisa berkutik, langsung beralih ke textbook oriented. Andalan guru yang tidak siap ngajar, pikirku mengutuk diri sendiri kalau sampai itu terjadi.

Materi yang harus disampakan pada pertemuan hari ini adalah tentang globalisasi. Aku agak tertarik dengan bahasannya daripada pokok bahasan sebelumnya. Dalam materi semester 1 kemarin, anak-anak harus mempelajari tentang sistem pemerintahan dari tingkat desa hingga tingkat pusat. Mereka dituntut hafal dan paham perbedaan desa dan kelurahan. Bagaimana tak sulit menjelaskan, kebanyakan siswa di tempatku mengajar adalah pendatang dari daerah lain yang tinggal di perumahan yang kadang tak kenal sistem desa ataupun kelurahan di daerah mereka. Penjelasan pun akhirnya terkesan abstrak dalam pemikiran siswa, karena mereka tak bisa secara langsung bersinggungan dengan apa yang disebutkan dalam materi pelajaran. Belum lagi tingkat kabupaten, propinsi dan pusat yang membuat semakin bingung dan bingung. Satu-satunya jalan yang saya ambil waktu itu adalah dengan penayangan video dan role play. Jika tidak begitu, yang stress tidak hanya siswa tapi juga saya.

Globalisasi sepertinya merupakan bahasan yang sangat dekat dengan kehidupan siswa. Setiap hari mereka menjumpai bahkan memanfaatkan barang-barang yang merupakan hasil dari adanya globalisasi. Diskusi merupakan model yang aku pilih. “Olalala...............”, teriakku membuka. Anak anak menyahut, “Olalala...........”. “Olilili.............”, lanjutku. “Olilili...................”, jawab mereka serempak. Cara yang cukup bagus kupikir daripada harus jadi guru caper yang setiap kali harus mengatakan, “Perhatikan, anak-anak”, yang bisa diulang sampai berpuluh kali dalam waktu satu jam pelajaran.

 “Alangkah lebih baiknya, jika kegiatan kita pada kesempatan kali ini kita buka bersama dengan membaca Basmallah.

“Bismillaahirrohmaanirrohiim....”, serempak suara itu menggema di dalam kelas. Beberapa anak yang sedari tadi masih sibuk sendiri tersadar dan langsung membenahi posisi duduknya.

“Anak-anakku, hari ini kita akan membahas tentang apa yang dinamakan globalisasi”, terangku sambil menuliskan kata G-L-O-B-A-L-I-S-A-S-I dengan jelas di papan tulis.

“Tapi sebelumnya, bu guru mempunyai beberapa pertanyaan untuk kalian”. “Jangan susah-susah ya , Bu”, celetuk salah seorang anak.

“Siapa yang mengetahui berita tentang hilangnya pesawat Malaysia Airlines MH 370?”.

Semua anak mengacungkan tangan sambil mencoba mengeluarkan semua yang ada dalam pikiran mereka.

“Sebentar, coba kita dengarkan secara bergantian jawaban dari teman-temanmu”, kucoba untun menenangkan walaupun tetap saja anak-anak seperti berkejaran dengan pemikiran yang ada dalam otak mereka. Mereka seperti takut kehilangan ide ketika tidak langsung disampaikan pendapatnya. Melihat itu, aku langsung berjalan ke sekeliling untuk mendengarkan jawaban tiap anak.

“Ditembak teroris, Bu” jawab salah seorang anak. “Hilang dan meledak di laut”, “Dibajak”, “Terjebak di segitiga bermuada”. Aku mengernyitkan kening, apa segitiga bermuda sudah pindah tempat ya, tapi tak apa, jawaban anak tetap harus kuhargai pikirku. “Pak Habibie menganalisis kalau pesawatnya meledak di udara, kemudian kepingannga tersebar di laut bu”,

 “Disembunyikan jin bu”. Dan masih banyak lagi jawaban sesuai dengan versi berita yang mereka dengar ataupun baca.

“Pada dasarnya, jawaban kalian tidak ada yang salah sama sekali. Kebenaran itu akan terbukti jika blackbox dari pesawat itu sudah ditemukan”.

Kelas gaduh kembali. Anak-anak bercerita dengan teman sebangku tentang apa itu blackbox dan berita yang lain seputar itu.

Aku puaskan mereka saling bertukar pikiran, kemudian sambil berkata lirih, “Nah, pertanyaan bu guru selanjutnya”, ucapku. Kebiasaan di kelas kami, jika aku berbicara dengan nada lirih, maka anak-anak akan mengimbangi dengan langsung mengecilkan suara mereka. “Bu guru mau tahu, dari mana kalian mengetahui berita tentang hilangnya pesawat MH 370 tersebut?”

Tanpa ba,bi,bu mereka semua menjawab. Jawaban mereka aku tulis , dari TV, radio, internet, path, instagram, facebook, twitter, surat kabar, status teman dan lain-lain. Setelah itu kugiring diskusi tentang globalisasi.

“Anak-anak, apa yang kalian sebutkan terkait berita tentang pesawat MH 370 itu merupakan keuntungan adanya globalisasi. Dengan adanya globalisasi, kita bisa mengetahui berita yang terjadi di belahan dunia manapun”. Mereka memperhatikan dengan serius. “Sekarang, siapa yang bisa menyimpulkan apa yang dimaksud dengan globalisasi?” Beberapa anak mengacungkan tangan, “Ya, Kendri apa menurutmu globalisasi itu?”

“Globalisasi itu menyatunya dunia menjadi satu bu, tidak ada batas lagi”, jawabnya polos.

 “Kalau menurut Zena apa?”, tunjukku pada siswa yang lain. “Globalisasi itu kemajuan bu”.

 “Oke, jawaban kalian semua betul.

Aku masih tertantang untuk melanjutkan diskusi pada siang itu.

“Menurut kalian, selain kita bisa mengetahui berita dari belahan dunia lain, apalagi hasil positif dari adanya globalisasi?”

 “Itu bu, kita bisa pakai mobil dan motor”, “Kita bisa pergi ke luar negeri dengan waktu yang singkat”, dan jawaban lain yang polos keluar dari mulut kecil itu. Dan, semua jawaban itu ada dan tertulis di buku pegangan yang ada di depanku. Jawaban dari anak-anakku.

Waktu masih tersisa 30 menit, sementara anak-anak sepertinya sudah bosan jika kuajak melanjutkan diskusi.

Akhirnya, “Nak, bu guru punya tantangan untuk kalian!” “Apa bu tantangannya?”, beberapa anak menimpali.

“Coba sekarang kalian berimajinasi, berkhayal. Sekarang, di tahun 2014 ini, kita bisa menikmati hasil dari globalisasi yang begitu luar biasa. Nah, bayangkan 10 tahun ke depan. Kemajuan seperti apa yang akan ada di dunia ini? Bu guru berikan waktu 15 menit, setelah itu kalian membacakan hasilnya satu per satu”.

Ramai kelas oleh celoteh anak-anak yang saling bercerita dengan teman-temannya. Terlihat beberapa sampai memperagakan atraksi yang menandakan mereka sedang mereka-reka sesuatu.

“Waktunya presentasi nak, 15 menit sudah berlalu”, suaraku memecah kegaduhan anak-anak.

“Sekarang, satu per satu kalian bacakan hasil imajinasi kalian, bu guru akan menuliskan di komputer. Siapa tahu, jika masih ada takdir 10 tahun ke depan kita bisa membuktikan apakah yang kalian imajinasikan terwujud”.

Satu per satu anak-anak antusias membacakan hasil imajinasi mereka seraya menceritakan bayangan tentang imajinasi tersebut. Beberapa yang sangat terekam dan unik menurut saya diantaranya adalah setiap rumah mempunyai asisten berupa robot pembantu,  pulpen dilengkapi dengan kamera, mobil beroda dua, lipstick yang terbuat dari emas, dunia android, mobil tanpa setir, lampu yang dapat menerangi 2 rumah sekaligus, handphone tembus pandang, handphone seperti kertas, mobil bisa terbang, handphone elastis, toilet canggih, pesawat otomatis, mobil bisa dilipat, tol bawah laut, kota bawah laut, pesawat otomatis, sekolah melayang, polisi dari robot, kapal anti air, manusia anti peluru. Apapun itu, itulah jawaban hasil imajinasi luar biasa dari anak-anak usia sekolah dasar.

“Kalian memang luar biasa, bu guru bangga dengan kalian semua. Harapan bu guru, 10 tahun lagi ketika bu guru bertemu dengan kalian, bu guru ingin melihat kalian menjadi insan-insan yang memanfaatkan hasil globalisasi untuk kesejahteraan manusia. Ingat salah satu hadist “Khoirunnasi anfa’uhum linnaasi”, bahwa sebaik-baik manusia itu adalah yang bermanfaat bagi sesamanya,” terangku mengakhiri kesimpulan pelajaran pada waktu itu.

Ketika waktu telah habis dan aku akan mengajak anak-anak untuk berdoa, satu anak mengangkat tangan dan berkata,

“Saya boleh menambahi bu?”, sergahnya.

“Iya Amel, boleh saja. Kamu ingin menambahkan apa?”, jawabku.

“10 tahun lagi, sawah-sawah sudah tidak ada bu. Semua tanah sudah didirikan bangunan semua”.

Briliant, kataku dalam hati. “Tepat sekali Amel apa yang kamu katakan. Bu guru sangat setuju dengan itu”, anak-anak yang lain bersitatap mengiyakan. “Anak-anakku, apa yang disampaikan Amel ini akan menjadi bahan diskusi kita minggu depan ya. Masih terkait dengan globalisai. So, well prepare. Bu guru tunggu pendapat kalian. Terima kasih Amel atas sumbangan pemikirannya”.

Kami tutup kegiatan pada hari Jum’at penuh berkah itu dengan membaca surat Al ‘Asr, doa keluar kelas dan doa naik kendaraan.

Hari itu aku tutup dengan perasaan bahagia. Bahagia karena bisa mengajak anak-anak berimajinasi dengan dunia mereka. Pemikiran yang kadang kita orang dewasa tak sampai ke arah tersebut. Terima kasihku untuk anak-anakku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar