Hari yang menantang. Kenapa begitu?
Ya karena hari ini ada mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan (PKn) yang
harus aku ajarkan. Terkhusus mata pelajaran ini, persiapanku harus ekstra
maksimal karena materi pada mata pelajaran ini menuntut keluasan pengetahuan
dan pengalaman. Jika tidak, bisa mati kutu di depan kelas. Atau, jika sudah
tidak bisa berkutik, langsung beralih ke textbook oriented. Andalan guru
yang tidak siap ngajar, pikirku mengutuk diri sendiri kalau sampai itu terjadi.
Materi yang harus disampakan pada
pertemuan hari ini adalah tentang globalisasi. Aku agak tertarik dengan
bahasannya daripada pokok bahasan sebelumnya. Dalam materi semester 1 kemarin,
anak-anak harus mempelajari tentang sistem pemerintahan dari tingkat desa
hingga tingkat pusat. Mereka dituntut hafal dan paham perbedaan desa dan
kelurahan. Bagaimana tak sulit menjelaskan, kebanyakan siswa di tempatku
mengajar adalah pendatang dari daerah lain yang tinggal di perumahan yang
kadang tak kenal sistem desa ataupun kelurahan di daerah mereka. Penjelasan pun
akhirnya terkesan abstrak dalam pemikiran siswa, karena mereka tak bisa secara
langsung bersinggungan dengan apa yang disebutkan dalam materi pelajaran. Belum
lagi tingkat kabupaten, propinsi dan pusat yang membuat semakin bingung dan
bingung. Satu-satunya jalan yang saya ambil waktu itu adalah dengan penayangan
video dan role play. Jika tidak begitu, yang stress tidak hanya siswa tapi juga
saya.
Globalisasi sepertinya merupakan
bahasan yang sangat dekat dengan kehidupan siswa. Setiap hari mereka menjumpai
bahkan memanfaatkan barang-barang yang merupakan hasil dari adanya globalisasi.
Diskusi merupakan model yang aku pilih. “Olalala...............”, teriakku
membuka. Anak anak menyahut, “Olalala...........”. “Olilili.............”,
lanjutku. “Olilili...................”, jawab mereka serempak. Cara yang cukup
bagus kupikir daripada harus jadi guru caper yang setiap kali harus mengatakan,
“Perhatikan, anak-anak”, yang bisa diulang sampai berpuluh kali dalam waktu
satu jam pelajaran.
“Alangkah lebih baiknya, jika kegiatan kita
pada kesempatan kali ini kita buka bersama dengan membaca Basmallah.
“Bismillaahirrohmaanirrohiim....”,
serempak suara itu menggema di dalam kelas. Beberapa anak yang sedari tadi
masih sibuk sendiri tersadar dan langsung membenahi posisi duduknya.
“Anak-anakku, hari ini kita akan
membahas tentang apa yang dinamakan globalisasi”, terangku sambil menuliskan
kata G-L-O-B-A-L-I-S-A-S-I dengan jelas di papan tulis.
“Tapi sebelumnya, bu guru mempunyai
beberapa pertanyaan untuk kalian”. “Jangan susah-susah ya , Bu”, celetuk salah
seorang anak.
“Siapa yang mengetahui berita
tentang hilangnya pesawat Malaysia Airlines MH 370?”.
Semua anak mengacungkan tangan
sambil mencoba mengeluarkan semua yang ada dalam pikiran mereka.
“Sebentar, coba kita dengarkan
secara bergantian jawaban dari teman-temanmu”, kucoba untun menenangkan
walaupun tetap saja anak-anak seperti berkejaran dengan pemikiran yang ada
dalam otak mereka. Mereka seperti takut kehilangan ide ketika tidak langsung
disampaikan pendapatnya. Melihat itu, aku langsung berjalan ke sekeliling untuk
mendengarkan jawaban tiap anak.
“Ditembak teroris, Bu” jawab salah
seorang anak. “Hilang dan meledak di laut”, “Dibajak”, “Terjebak di segitiga
bermuada”. Aku mengernyitkan kening, apa segitiga bermuda sudah pindah tempat
ya, tapi tak apa, jawaban anak tetap harus kuhargai pikirku. “Pak Habibie
menganalisis kalau pesawatnya meledak di udara, kemudian kepingannga tersebar
di laut bu”,
“Disembunyikan jin bu”. Dan masih banyak lagi
jawaban sesuai dengan versi berita yang mereka dengar ataupun baca.
“Pada dasarnya, jawaban kalian
tidak ada yang salah sama sekali. Kebenaran itu akan terbukti jika blackbox
dari pesawat itu sudah ditemukan”.
Kelas gaduh kembali. Anak-anak
bercerita dengan teman sebangku tentang apa itu blackbox dan berita yang lain
seputar itu.
Aku puaskan mereka saling bertukar
pikiran, kemudian sambil berkata lirih, “Nah, pertanyaan bu guru selanjutnya”,
ucapku. Kebiasaan di kelas kami, jika aku berbicara dengan nada lirih, maka
anak-anak akan mengimbangi dengan langsung mengecilkan suara mereka. “Bu guru
mau tahu, dari mana kalian mengetahui berita tentang hilangnya pesawat MH 370
tersebut?”
Tanpa ba,bi,bu mereka semua
menjawab. Jawaban mereka aku tulis , dari TV, radio, internet, path, instagram,
facebook, twitter, surat kabar, status teman dan lain-lain. Setelah itu
kugiring diskusi tentang globalisasi.
“Anak-anak, apa yang kalian
sebutkan terkait berita tentang pesawat MH 370 itu merupakan keuntungan adanya
globalisasi. Dengan adanya globalisasi, kita bisa mengetahui berita yang
terjadi di belahan dunia manapun”. Mereka memperhatikan dengan serius.
“Sekarang, siapa yang bisa menyimpulkan apa yang dimaksud dengan globalisasi?”
Beberapa anak mengacungkan tangan, “Ya, Kendri apa menurutmu globalisasi itu?”
“Globalisasi itu menyatunya dunia
menjadi satu bu, tidak ada batas lagi”, jawabnya polos.
“Kalau menurut Zena apa?”, tunjukku pada siswa
yang lain. “Globalisasi itu kemajuan bu”.
“Oke, jawaban kalian semua betul.
Aku masih tertantang untuk
melanjutkan diskusi pada siang itu.
“Menurut kalian, selain kita bisa
mengetahui berita dari belahan dunia lain, apalagi hasil positif dari adanya
globalisasi?”
“Itu bu, kita bisa pakai mobil dan motor”,
“Kita bisa pergi ke luar negeri dengan waktu yang singkat”, dan jawaban lain
yang polos keluar dari mulut kecil itu. Dan, semua jawaban itu ada dan tertulis
di buku pegangan yang ada di depanku. Jawaban dari anak-anakku.
Waktu masih tersisa 30 menit,
sementara anak-anak sepertinya sudah bosan jika kuajak melanjutkan diskusi.
Akhirnya, “Nak, bu guru punya
tantangan untuk kalian!” “Apa bu tantangannya?”, beberapa anak menimpali.
“Coba sekarang kalian berimajinasi,
berkhayal. Sekarang, di tahun 2014 ini, kita bisa menikmati hasil dari
globalisasi yang begitu luar biasa. Nah, bayangkan 10 tahun ke depan. Kemajuan
seperti apa yang akan ada di dunia ini? Bu guru berikan waktu 15 menit, setelah
itu kalian membacakan hasilnya satu per satu”.
Ramai kelas oleh celoteh anak-anak
yang saling bercerita dengan teman-temannya. Terlihat beberapa sampai
memperagakan atraksi yang menandakan mereka sedang mereka-reka sesuatu.
“Waktunya presentasi nak, 15 menit
sudah berlalu”, suaraku memecah kegaduhan anak-anak.
“Sekarang, satu per satu kalian bacakan hasil imajinasi kalian, bu guru akan
menuliskan di komputer. Siapa tahu, jika masih ada takdir 10 tahun ke depan
kita bisa membuktikan apakah yang kalian imajinasikan terwujud”.
Satu per satu anak-anak antusias
membacakan hasil imajinasi mereka seraya menceritakan bayangan tentang
imajinasi tersebut. Beberapa yang sangat terekam dan unik menurut saya diantaranya
adalah setiap rumah mempunyai asisten berupa robot pembantu, pulpen dilengkapi dengan kamera, mobil beroda
dua, lipstick yang terbuat dari emas, dunia android, mobil tanpa setir, lampu
yang dapat menerangi 2 rumah sekaligus, handphone tembus pandang, handphone
seperti kertas, mobil bisa terbang, handphone elastis, toilet canggih, pesawat
otomatis, mobil bisa dilipat, tol bawah laut, kota bawah laut, pesawat
otomatis, sekolah melayang, polisi dari robot, kapal anti air, manusia anti
peluru. Apapun itu, itulah jawaban hasil imajinasi luar biasa dari anak-anak
usia sekolah dasar.
“Kalian memang luar biasa, bu guru
bangga dengan kalian semua. Harapan bu guru, 10 tahun lagi ketika bu guru
bertemu dengan kalian, bu guru ingin melihat kalian menjadi insan-insan yang
memanfaatkan hasil globalisasi untuk kesejahteraan manusia. Ingat salah satu
hadist “Khoirunnasi anfa’uhum linnaasi”, bahwa sebaik-baik manusia itu
adalah yang bermanfaat bagi sesamanya,” terangku mengakhiri kesimpulan
pelajaran pada waktu itu.
Ketika waktu telah habis dan aku
akan mengajak anak-anak untuk berdoa, satu anak mengangkat tangan dan berkata,
“Saya boleh menambahi bu?”,
sergahnya.
“Iya Amel, boleh saja. Kamu ingin
menambahkan apa?”, jawabku.
“10 tahun lagi, sawah-sawah sudah
tidak ada bu. Semua tanah sudah didirikan bangunan semua”.
Briliant, kataku dalam hati. “Tepat
sekali Amel apa yang kamu katakan. Bu guru sangat setuju dengan itu”, anak-anak
yang lain bersitatap mengiyakan. “Anak-anakku, apa yang disampaikan Amel ini
akan menjadi bahan diskusi kita minggu depan ya. Masih terkait dengan globalisai.
So, well prepare. Bu guru tunggu pendapat kalian. Terima kasih Amel atas
sumbangan pemikirannya”.
Kami tutup kegiatan pada hari
Jum’at penuh berkah itu dengan membaca surat Al ‘Asr, doa keluar kelas dan doa
naik kendaraan.
Hari itu aku tutup dengan perasaan
bahagia. Bahagia karena bisa mengajak anak-anak berimajinasi dengan dunia
mereka. Pemikiran yang kadang kita orang dewasa tak sampai ke arah tersebut.
Terima kasihku untuk anak-anakku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar