Seorang ibu yang belajar dan berproses untuk merawat dan menumbuhkan fitrah keluarga

Sabtu, 17 April 2021

Ramadhan Day 2: Sebait Perjalanan #1

00.15 0 Comments

 

                                           google.com


Seorang manusia menjalani kehidupan dunia dengan adanya prinsip. Tanpa prinsip itu sesungguhnya dia hanya akan menjadi seperti dedaunan yang bergerak tertiup angin kemanapun arahnya kan pergi. Tak bisa melawan, dan mungkin memang tak mau melawan. Mengalir pasrah tanpa usaha dan kekuatan.

Seorang manusia mendapat takdir dari Allah untuk menjadi seorang guru. Dalam hatinya telah terpatri sedari muda bahwa dia akan menjadi seorang pendidik yang berilmu dan bijaksana. Maka kisahpun terukir lewat perjalanan hidupnya yang indah.

Sang guru mendapat amanah untuk mengajar di sebuah sekolah tak begitu bernama karena memang sedang merintis untuk menjadi ada nama di masyarakat yang hingga sekarang masih berpendapat bahwa sekolah yang bagus itu adalah sekolah yang ternama alias ada nama (emang ada sekolah yang tidak ada nama ya?)

Kewajiban pun dia laksanakan, setiap tugas dia usahakan untuk dilaksanakan dengan sebaik mungkin. Karena dalam prinsipnya, bahwa seseorang dihargai bukan karena uang, tampang, jabatan dan semacamnya. Tapi seseorang dihargai lewat dedikasinya dalam menjalankan tugas.

Dalam perjalanan menjalankan rutinitas kerjanya, dia berpikir ulang tentang orientasi hidupnya. Apakah memang ini yang ia cari. Mengapa pun ia bertanya? Mungkin lah tanya itu muncul ketika dia menyadari bahwa apa yang dilakukannya merupakan sebuah hal yang terkesan monoton. Apalah dibilang begitu? Mengapa tidak. Setelah bangun dari tidur, persiapan aktivitas pun dia jalankan. Kadang sembari mendengarkan senandung yang membersitkan impian kehidupan masa depan. Setelah itu, berangkatlah ia ditemani kendaraan yang apa adanya ia punya. Jika tidak ada pun, kadang bus dan ojek jadi pelarian

Setelah sampai di tempat pencarian rizky, dia pun segera malaksanakan kewajiban mulai dari mengajar hingga mengisi administrasi. Rutinitas yang sama setiap hari. Masuk dan keluar kelas, mengajarkan hal yang sama,  selalu sama. Apatah itu yang membuatnya kembali bertanya tentang orientasi hidupnya. Pun pernah terpikir olehnya bahwa dia bukan hanya milik satu instansi saja. Ada banyak lembaga di luar sana yang layaknya mengajaknya untuk berkiprah pula. Namun apa daya, kadang dia tak kuasa dengan kewajibannya.

Dalam hal keilmuan pun, dia merasa ada yang berubah. Dahulunya dia adalah orang yang haus akan ilmu, apapun itu. Kini, dia merasa ada stagnasi pikiran dan semangat untuk kompetisi itu. Semua mengalir begitu saja. Tak ada riak yang mewarnai perjalanannya. “Layaknya katak dalam tempurung” itulah yang dia sematkan untuk menggelari dirinya.

Pergolakan batin pun menggejala. Tak bisa dia membiarkan dirinya berada dalam kubangan yang tak berujung. Tak bisa pun dia berharap bahwa lingkungan segera berubah. Dia sendiri yang harus menciptakan perubahan itu. Ibarat sebuah benih, ketika ia berada dalam tanah yang subur maka ia akan tumbuh dengan baik. Pun ketika ia ditempatkan pada lahan tandus, maka ia harus berusaha untuk tetap bisa bertahan. Bahkan, setidaknya justru dia yang berperan sebagai pupuk untuk mengubah tanah yang tandus itu menjadi subur. Itulah azzam dalam hatinya.

Azzam itu pun dia patri dalam hati dan terejawantah dalam tindakan. Peluang pun diciptakan dengan sokongan beberapa teman. Ladang diskusi tentang keilmuan atau biasa dia bilang dengan istilah kongkow-kongkow yang mencerdaskan (Teringat dia ucapkan ini pertama kali waktu berada di bangku kuliah, ketika dia senang berdiskusi menunggu datangnya dosen ke kelas. Entah kapan itu kan terulang. Kurindu kebersamaan itu. Yah, kongkow-kongkow yang mencerdaskan). Berbagai peluang keilmuan dia coba geluti hingga beberapa kali dia menghubungi beberapa teman termasuk yang menulis cerita ini. Dia memohon untuk dibantu dalam penciptaan peluang itu. Rata-rata dari kami menjawab, “Oke, dengan senang hati!”. Senyum terkembang di bibirnya. Senyum yang sering aku lihat ketika dulu dia berhasil mendapatkan apa yang dia citakan. Dan kinipun aku berharap teman, kau mendapatkan apa yang kau citakan sehingga senyum itu pun tetap terkembang.

Bagiku, kau ibarat burung. Burung yang senang terbang bebas ke angkasa luas. Menembus cakrawala kehidupan. Menjelajah pengalaman dan petualangan yang serba baru. Tak gentar oleh angin, hujan, badai, topan ataupun segala hal yang kan merintangi perjalananmu untuk meraih citamu. Dulu pun kau tak ubahnya pula seperti itu. Kuingat betapa antusias ketika kau bercerita tentang angan indahmu, goresan citamu yang ingin kau wujudkan meskipun kau sadar itu tak mudah. Kulihat bagaimana keadaan telah menempamu menjadi seperti sekarang ini. Kau layak karang yang tak tergoyah oleh ombak. Prinsip itu sampai saat ini kau pegang erat. Namun, itu semua hanya kenangku akanmu. Karena kini, tak bisa kulihat lagi engkau berpontang-panting mengejar asamu, tak kudengar lagi ceritamu tentang angan indahmu, tak kurasakan pelukmu di dekatku meminta untuk dikuatkan walaupun kutahu kau telah begitu kuatnya. Yang tetap terngiang dalam pikirku adalah semangatmu. Semangat yang kurasa tak pernah pudar dan tak pernah sedikitpun berkurang. Kubayangkan kini kau terbang, terbang laksana burung yang menjemput asa di tempat tinggi nun jauh di sana. Di relung hatiku, jujur ku rindu padamu. Rindu akan semangatmu.

Wahai burung, terbanglah mengangkasa. Ku tahu di luar sana citamu menunggu. Hanya ku bisa pinta kepada-Nya lewat do’a bahwa suatu saat kau kan berhasil menggapai apa yang kau impikan.  Suatu saat ketika kelak umur masih mempertemukan kita, maka satu yang ingin kulihat darimu. Senyum itu, yah senyum kemenangan atas citamu, ketundukkan akan takdir-Nya yang memperjalankanmu menjadi seperti yang kau inginkan. Tentunya atas kehendak dan ridho-Nya.


Nafisah Al Akhfiya

Jumat, 16 April 2021

Ramadhan Day 1: Quovadis Hidup

23.56 0 Comments

 


Kemarin kita hidup, sekarang kita hidup, besok kita juga mungkin masih hidup. Apa buktinya? Kemarin kita masih bercengkerama dengan keluarga, bermain dengan anak-anak tercinta, bercakap dengan istri /suami tercinta, merangkai kehidupan mendatang yang nampak begitu indah. Itu cerita kemarin. Kemudian hari ini? Hari ini kita masih mandi pagi, berangkat bekerja, bertemu teman kerja, melakukan segala kewajiban yang menuntut separuh waktu kehidupan.

Pernahkah kemudian kita bertanya, untuk apakah hidup dihadirkan? Jika boleh meminjam jawaban seorang ustadz, maka sesungguhnya hidup dihadirkan agar kita bisa merasakan nikmat dan indahnya mati. Hidup berarti berjalan menyeberangkan diri menuju kematian. Kenapa jawaban itu terasa menakutkan? Mati, mati, mati. Sebuah kata yang kita kadang tak kuat dan bahkan tak mau untuk mendengarnya. Berusaha menghindar untuk mengatakannya.  Dan mungkin ada juga yang berusaha untuk menghindarinya. Bahkan ada yang berkata “aku belum siap menghadapinya”. Itulah beberapa jawaban manusia yang lemah akan ilmu Allah. Padahal Allah telah berfirman dalm surat al A’raf : 34 “tiap-tiap umat mempunyai batas waktunya, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat pula memajukannya”.Itu bukan kata saya, itu juga bukan pendapat Anda. Tapi itu adalah firman Allah yang tertulis dalam kalamNya yang mulia. Bersembunyi di tempat serapat apapun,  seaman apapun, dengan teknologi secanggih apapun, sesungguhnya tak ada manusia yang akan lepas dari Al Maut.  Al Maut akan datang jika memang sudah dititahkan oleh Allah untuk datang. Tak bisa maju sedetik pun dan tak pula diundurkan sedetikpun.

Betapa indah skenario Allah, bahkan skenario tentang kematian. Apakah kemudian kita akan tunduk dengan segala skenario yang kita jalani tanpa do’a dan usaha sama sekali? Sesungguhnya tidaklah seperti itu. Allah masih memberikan ruang bagi kita untuk menentukan takdir yang akan kita jalani. Usaha dan do’a. Ya, itulah usaha kita untuk dapat menjemput takdir-Nya. “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (Ar Ra’du:11). Itu janji Allah yang pasti. Tak maukah kemudian kita berusaha menagih janjinya yang pasti akan ditepati? “Mintalah kepada-Ku, maka aku akan mengabulkan permintaanmu”

Kemanakah hidup harus kita bawa sehingga akhirnya Dia bertitah untuk mengabulkan takdir yang kita inginkan? Adakah rumus jitu ataupun ramuan mujarab yang bisa dipakai untuk menjemputnya? Seperti halnya sebuah soal matematika yang paling rumit sekalipun pastilah tersedia jawabannya. Begitu pula pertanyaan tentang hidup ini, Allah Yang Maha Baik pun telah memberikan jawabannya lewat kalam-Nya yang mulia.

Kita tidak hanya menginginkan hidup ini indah, namun seharusnya yang menjadi tujuan kita tertinggi adalah menginginkan kematian yang indah. Yah, kematian yang biasa kita sebut dengan Khusnul Khatimah. Kemudian apa yang harus kita lakukan agar kita bisa menjemput kematian itu dengan indah? Pasti kita semua ingin merasakan apa yang sering disebut dengan Khusnul Khatimah. Sesungguhnya setiap jiwa bisa menjemput kematian dengan indah. Yang harus kita lakukan adalah menggunakan hidup ini untuk menjemputnya. Setiap hal yang kita lakukan, sekecil apapun kita orientasikan hanya untuk meraih ridho-Nya. Menjadikan segala yang kita lakukan berorientasi kepada akhirat itulah kira-kira yang bisa kita lakukan agar hidup ini selamat dunia dan akhirat.

Berikut beberapa hal yang kiranya bisa upayakan untuk menjemput kematian dengan indah, walaupun masih banyak hal yang bisa dilakukan. Pertama yang bisa kita lakukan adalah dengan melepaskan diri dari segala pengaruh buruk nafsu. Seperti disebutkan dalam surat Yusuf ayat 53 yang artinya kurang lebih “Dan aku tidak menyatakan diriku bebas dari kesalahan, karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun, Maha Penyayang”. Berbuat bukan semata-mata karena ingin tapi karena butuh.  Dalam memilih makanan, hendaknya mempertimbangkan makanan yang memang dibutuhkan oleh tubuh tidak hanya apa yang diinginkan oleh lidah saja tapi tidak memperhatikan faktor kesehatan. Begitu pula ketika berbelanja baju, kadang seseorang berbelanja bukan berdasar pada prioritas tetapi lebih kepada keinginan semata. Itulah nafsu manusia.

Dalam Tafsir Al-Misbah Thantawi memngemukakan bahwa sesungguhnya nafsu manusia sangat banyak yang mendorong pemiliknya kepada keburukan kecuali jiwa yang dirahmati Allah dan dipelihara dari ketergelinciran dan penyimpangan. Hal ini berawal dari kisah Yusuf yang digoda oleh seorang wanita dan dirayu untuk berbuat zina. Namun, ia lebih suka dimasukkan ke dalam penjara.

Al Qur’an memperkenalkan tiga macam peringkat nafsu manusia. Pertama, an nafs al-ammarah yang selalu mendorong pemiliknya berbuat keburukan. Kedua, an-nafs al-lawwamah yang selalu mengecam pemiliknya begitu dia melakukan kesalahan hingga timbul penyesalan dan berjanji untuk tidak mengulangi kesalahan. Dan yang ketiga adalah an-nafs al-muthma’innah yakni jiwa yang tenang karena selalu mengingat Allah dan jauh dari segala pelanggaran dan dosa.

Kedua adalah mengembalikan segala urusan kepada Allah SWT (Al Baqarah: 155-157). Kata kami milik Allah berarti bahwa apapun yang dilakukan haruslah sesuai dengan kehendak-Nya. Tetapi Allah Maha Bijaksana. Segala tindakan-Nya pasti benar dan baik. Tentu ada hikmah di balik ujian atau musibah. Seseorang yang menyerahkan segala urusan kepada Allah maka akan mendapat keberkahan, rahmat dan juga petunjuk. Keberkahan yang sempurna, banyak dan beraneka ragam yang berupa limpahan pengampunan, pujian, menggantikan yang lebih baik daripada nikmat yang sebelumnya yang telah hilang. Semua keberkahan itu bersumber dari Tuhan.

Mereka juga mendapat rahmat. Yang pasti rahmat Allah tidaklah seperti rahmat makhluk. Bagaimana rahmat Allah, Allahlah Yang Maha Mengetahui. Selain itu mereka juga mendapat petunjuk. Bukan saja petunjuk mengatasi kesulitan dan kesedihan, tetapi juga petunjuk menuju jalan kebahagiaan duniawi dan ukhrawi (Fii Dzilalil Qur’an)

Tidak berlindung kepada apapun dan siapapun kecuali kepada Allah SWT. “ Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. Yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan Innaa lillaahi wa innaa ilayhi raaji’uun (Al Baqarah: 155-156).

Telah menjadi suatu keniscayaan untuk menempa jiwa dengan bencana dan menguji dengan ketakutan, kelaparan, kesengsaraan serta kemusnahan harta, nyawa dan makanan. Hal ini adalah suatu ketentuan untuk meneguhkan keyakinan orang yang beriman pada tugas kewajiban yang harus ditunaikannya. Sehingga, akhirnya mereka setelah mengalami ujian tentu akan terbukti tangguh dan merasa berat untuk berkhianat kepada Islam karena mengingat pengorbanan yang telah dilakukannya.

Akidah yang diperolah dengan gampang tanpa ujian akan mudah pula bagi penganutnya untuk meninggalkan bila satu ketika tertimpa ujian. Semakin berat ujian dan pengorbanan akan semakin meninggikan nilai akidah keyakinan dalam hati dan jiwa penganutnya. Bahkan, makin besar penderitaan dan pengorbanan yang diminta oleh suatu akidah bertambah berat juga seeorang untuk berkhianat.

Yang terpenting adalah kembali mengingat Allah ketika menghadapi segala keraguan dan kegoncangan  serta berusaha mengosongkan hati dari segala hal kecuali ditujukan semata karena Allah. Kemudian, agar terbuka hati kita bahwa tidak ada kekuatan kecuali kekuatan Allah dan tidak ada daya kecuali daya Allah. Ketika itu akan bertemulah ruh dengan sebuah hakikat yang menjadi landasan tegaknya tasahawwur atau pandangan yang benar.

Iman, hijrah dan jihad (Al Baqarah: 218) “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, dan orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itulah yang mengharapkan rahmat Allah. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang”.

Harapan orang mukmin terhadap rahmat Allah sama sekali tidak akan dikecewakan oleh Allah. Sesungguhnya dia telah mendengar tentang golongan yang mukhlis dari golongan orang-orang mukmin yang berhijrah mengenai janji Allah yang benar ini, yang berjuang dan bersabar, sehingga Allah merealisasikan janji-Nya dengan memberinya kemenangan atau mati syahid. Kedua hal ini sama-sama baiknya, sama-sama sebagai rahmat. Mereeka beruntung mendapatkan pengampunan dan rahmat Allah SWT (Fi Zhilalil Qur’an : 271).

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan carilah wasilah/jalan untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah di jalan-Nya agar kamu beruntung” (Al Ma’idah:35).

Mati dan hidup adalah sepasang pengantin yang terus berbulan madu sepanjang waktu tanpa kenal jemu. Barangsiapa yang tidak berusaha memesrakan hidupnya dengan kematiannya, maka ia tak akan merasakan bahagia untuk selamanya.  Kita berdoa semoga kita dikumpulkan dalam surga yang sama bersama keluarga kita yang tercinta.


Penulis

Nur Iswanti Hasani

Tinggal di Dusun Wonodoyo, Sumbergiri, Ponjong, Gunungkidul


pict: google.com



Prasasti Petualangan Penjelajah Samudera Amarta Misi Ke-8

22.50 0 Comments

Dalam pacuan hidup untuk menjadi manusia yang lebih baik diperlukan berbagai usaha. Usaha yang dilakukan tersebut sangatlah beragam. Yang jelas semua usaha tersebut adalah sesuatu yang bermanfaat bagi sesama.

Begitu pula dalam misi penjelajahan Samudera Amarta pada kesempatan kali ini, kami ditantang untuk membuat suatu karya yang memberikan dampak bagi sekitar. Sangat "wow" sekali tentunya. Dalam tugas kali ini kami diminta untuk menemukan 4E dan mengaplikasikannya.

Apakah itu 4E? 4 E terdiri dari enjoy, easy, excellent dan earn.  Suatu hal yang saya menemukan kesenangan dalam melaksanakannya saat ini adalah terkait dengan kegiatan yang berhubungan dengan pertanian. Karena saat ini kami memang menekuni apa yang sering disebut dengan organic farming (enjoy). Dalam melaksanankannya kami menikmati dan merasa mudah dalam mengatasi beberapa kendala yang hadir (easy). Selain itu, kami pun selalu ingin menmbah ilmu  dan terus berkarya di bidang tersebut dengan totalitas (excellent). Dan pada akhirnya, kami pun berusaha untuk mengajak dan membagikan ilmu yang kami miliki (earn). Dari analisi 4E tersebut, maka lahirlah karya  berikut ini yang merupakan pengalaman pertama melakukan live zoom untuk membagikan ilmu yang kami miliki. Yang pengin belajar seperti apa prosesnya bisa klik gambar atau tulisan di bawah ini ya. 

akses link👉Cara Mudah Membuat Kompos Ember Rumah Tangga

Kesan dan pesan setelah melakukan sesi live via zoom terkait membuat kompos menggunakan ember adalah luar biasa. Mengapa dikatakan luar biasa karena ternyata bayangan ketakutan akan beberapa kendala dalam proses live zoom tersebut tidak ada sama sekali. Justru saya merasa menikmati melakukan live zoom. Bahkan bisa dikatakan bahwa saya bahagia dalam melakukannya. Berbahagia karena bisa berbagi tentang bagaimana membuat kompos menggunakan ember. 

 Nantikan live zoom berikutnya .....



#Misi8
#KarakterIbuProfesional
#PenjelajahSamuderaAmarta
#Matrikulasibatch9
#InstitutIbuProfesional
#IbuProfesionalforIndonesia
#SemestaKaryauntukIndonesia


Jumat, 09 April 2021

Misi Hidup; Merawat Fitrah Keluarga

04.28 0 Comments


 

ü Merumuskan Misi Hidup

Misi hidup adalah peran hidup yang dipilih dan diperjuangkan hingga akhir hayat. Misi hidup ini ditemukan melalui proses yang sangat panjang. Pertemuan dengan misi hidup ini pun terkadang tak terbatas oleh usia. Ada yang menemukan misi hidup di usia yang sangat belia. Sebagai contoh para sahabat Rasulullah SAW yang menemukan peran hidupnya di usia muda. Salah satu yang sering kita dengar adalah Muhammad Al Fatih. Pada usia 25 tahun beliau telah mampu menaklukkan Konstantinopel di Romawi Timur. Sosok Muhammad Al Fatih ini tentu saja melalui proses pengasuhan keluarga yang sangat luar biasa. Bahakan bisa disimpulkan bahwa karakternya dibangun  oleh peradaban pada saat itu. Selain Muhammad Al Fatih masih banyak lagi sosok pemuda yang memulai debut misinya di awal usia.

Meskipun begitu, ketika usia telah beranjak renta pun tak menghalangi untuk berusaha menemukan misi hidup dan memperjuangkannya hingga tutup usia. Sebuah misi dalam hidup bukanlah target yang dibatasi oleh waktu. Misi hidup merupakan arah hidup yang senantiasa memanggil-manggil untuk dilaksanakan dan terus diperjuangkan. Maka dari itu, taka da kata berhenti dalam menjalankan misi hidup ini. Sering kita melihat seorang yang sangat bersemangat dalam melakukan suatu gerakan perubahan dan dia terus menerus melakukan itu hingga maut lah yang menghentikan perjuangannya tersebut. Salah satu contoh yang dekat dengan kita adalah almarhum Bapak BJ. Habibie. Siapa yang tak kenal dengan sosok arsitek ini? Beliau sedari muda sudah memperjuangkan misinya dalam bidang kedirgantaraan. Meskipun apa yang beliau lakukan mungkin tidak begitu diapresiasi, tetapi beliau tetap berjuang menjalankan misi tersebut. Hingga pada akhirnya kini putranya pun bergelut pada bidang yang sama, sebagai penerus misi sang ayah. Kesimpulan lain dari misi hidup adalah terintegrasi dengan misi keluarga. Misi hidup yang dijalankan tak bisa terlepas dari misi keluarga yang akan diwujudkan. Poin penting dalam misi hidup adalah sesuatu yang diperjuangkan hingga akhir hayat dan terintegrasi dengan misi keluarga.

Dalam penjelajahan kali ini, sesuatu yang menurut saya sangat menantang karena kami diminta untuk menuliskan misi hidup dengan detail. Oleh karena itu, proses perumusan misi hidup tersebut dilakukan secara bertahap yang nantinya diharapkan akan membentuk sebuah karakter dalam hidup. Seperti apa yang disampaikan oleh sahabat Widya Iswara mbak Farida Ariyani maka komponen karakter yang menjadi patokannya adalah knowing, feeling dan action.

1.    Knowing

Dalam tahap ini, saya berusaha mencari tahu “kegalauan” yang selama ini saya alami. Dari “kegalaua tersebut yang nantinya akan mendorong saya untuk belajar lebih banyak dalamenemukan solusi. Kegalauan yang saya alami selama ini adalah sebagian besar orang tua berpandangan untuk bisa memiliki banyak uang sehingga bisa menyekolahkan anak di tempat favorit. Sekolah menjadi tempat untuk menempa semua aspek dalam proses pendidikan anak. Sementara itu, tidak semua orang tua yang mau terlibat dalam proses tersebut. Hal inilah yang menjadikan semakin melonjaknya krisis adab dan krisis moral. Karena tanggungjawab pendidikan adab/moral adalah keluarga.

Dari permasalahan tersebut akhirnya saya belajar untuk menemukan solusi. Salah satu solusi yang saya pilih adalah dengan belajar mengenai Fitrah Based Education (pendidikan berbasis fitrah) yang dicetuskan oleh Ust. Harry Santosa. Kami pun tersadar bahwa selama ini kehidupan kami tidak dipandu dari misi personal maupun misi keluarga. Kami berjalan seperti umumnya orang, yaitu mencari uang untuk kebutuhan dan kesenangan. Padahal misi hidup tersebut yang akan memandu seluruh gerak dalam menjalani kehidupan yang lebih baik.

2.    Feeling

Dalam proses ini, hati yang terlibat untuk merasa apakah yang kami pilih tersebut baik ataukah tidak. Banyak manfaatnya ataukah mudharatnya? Setiap saat melakukan self talk dan perenungan untuk memperkuat keyakinan. Dari proses tersebut akhirnya kami sampai pada kesimpulan bahwa pendidikan berbasis fitrah merupakan jawaban dari kegalauan yang kami alami. Dari kesadaran dan keyakinan tersebut, maka kami semakin bersemangat memperkuat niat untuk segera berubah.

3.    Action

Setelah melalui dua proses sebelumnya maka saat inilah saatnya untuk bergerak dan berubah.  Beberapa pola pikir dan pola hidup yang kami jalani saat ini diantaranya:

a.       Menjadi “pendidik rumahan”

Seperti halnya orang tua muda yang memiliki anak usia pra sekolah, maka kami pun memiliki harapan dan mimpi besar untuk kedua anak kami. Salah satu harapannya adalah anak-anak dapat bersekolah di tempat yang favorit dengan biaya selangit. Alasan tersebut yang mendasari kami berdua untuk giat bekerja mengumpulkan pundi-pundi uang sehingga bisa mewujudkan impian tersebut. Selain itu, kami juga memiliki harapan bahwa anak-anak sedini mungkin harus sudah diberikan bekal berupa berbagai macam ilmu.

    Namun, setelah mengenal FBE kami tersadar bahwa tak ada istilah lebih cepat lebih baik lagi. Yang ada adalah fitrah yang tumbuh dengan sempurna sesuai dengan waktunya. Maka saat ini yang kami lakukan adalah menemani anak-anak bermain. Yang menjadi titik tekan kami saat ini adalah mempesonakan mereka akan Maha Besarnya Allah. Kami berusaha bagaimana anak-anak memiliki kekaguman akan agama Islam. Kami juga belajar lagi untuk mendalami sejarah perjalanan Rasulullah SAW agar kami bisa mengisahkan bagaimana hebatnya utusan Allah tersebut.

Dalam proses membersamai anak-anak tersebut, justru kami sadar bahwa sebenarnya fitrah kamilah yang belum tumbuh dengan sempurna. Selama ini kami berislam hanya sekedar beribadah saja tanpa ada ghirah untuk berbuat bagi agama. Maka-proses dalam merawat dan menumbuhkan fitrah pada anak-anak tersebut membuat kami pun tersadar akan kekurangan selama ini.

b.      Mengurangi carbon footprint

Sudah menjadi kebiasaan di rumah, pilihan pertama kami ketika akan bepergian untuk jarak dekat adalah dengan bersepeda. Anak-anak merasa nyaman ketika bersepeda karena biasanya kami memilih jalur yang sediit polusi uadaranya. Biasanya kami lewat pematang sawah, lewat kebun-kebun jagung, gang-gang sempit. Pengalaman inilah yang justru menjadi “sumber kebahagiaan” tersendiri bagi kami dan anak-anak. Selain itu, tempat-tempat yang kami lewati tersebut menjadi sumber belajar bagi anak-anak.

Kegiatan memilah sampah juga menjadi bagian penting dalam keluarga kami. Setelah menerapkan proses pemilahan ini kami semakin “menikmati”. Kami mendapat keuntungan berupa kompos dari sampah organik. Sampah anorganik pun semakin berkurang karena dibarengi dengan mengurangi penggunaan plastik.

Setelah mengenal konsep fitrah, maka kami saat ini berusaha memenuhi kebutuhan harian dengan membuatnya sendiri. Untuk kebutuhan makanan harian kami terbiasa memasak sendiri. Bahan yang dimasak pun kami usahakan untuk ditanam di sekitar rumah. Beberapa barang penunjamg yang saat ini kami usahakan untuk dibuat sendiri diantaranya adalah: deodorant, minyak rambut, minyak telon anak, sabun mandi, dan masker. Untuk kebutuhan yang selain itu, kami berusaha umtuk meminimalisir pemakaian.


c.    Memilih makanan yang halal dan thayib

Ungkapan hidup untuk makan atau makan untuk hidup memang perlu menjadi bahan perenungan. Mengapa begitu? Karena selama ini banyak konsep salah kaprah kita tentang makanan yang sebenarnya dibutuhkan oleh tubuh. Sebelum mengikuti kelas FWM Summit, kami berpandangan bahwa makanan itu seperti apa yang umumnya ditemui di masyarakat. Ternyata sajian tersebut tak semuanya dibutuhkan oleh tubuh. Tubuh kita memerlukan makanan untuk regenerasi sel atau biasa disebut dengan living food. Living food didapatkan dari buah-buahan dan sayuran segar. Itupun tak banyak proses dengan dimasak.

Berawal dari pemahaman tersebut, maka saat ini kami menimati waktu menjadi “petani” rumahan. Bertani di area sempit yang terkadang dianggap aneh. Banyak yang menyarankan kenapa harus menanam sendiri kalau beli saja lebih mudah. Namun, sudah menjadi niatan kami untuk bisa mewujudkan ketahanan pangan keluarga meskipun masih dalam sektor  kecil. Kami mempunyai mimpi besar untuk memiliki peternakan kambing, lahan bertanam yang lebih luas, serta area untuk bisa beternak lebah madu.

 

Dari semua proses panjang tersebut, maka saatnya untuk merumuskan misi hidup diri ini. Misi hidup saya di dunia adalah Menjadi ibu yang senantiasa belajar dan bersungguh-sungguh dalam merawat fitrah keluarga sehingga terwujud pendidikan dan pola hidup selaras fitrah”

 

ü Tantangan dalam Mewujudkan Misi Hidup

Ketika mulai mengaplikasikan FBE di dalam kehidupan sehari-hari, kami menemukan beberapa kendala. Kendala tersebut biasanya bersifat keraguan dan ketakutan apakah kami mampu melakukannya. Sebagai contoh ketika mengambil keputusan tentang pendidikan anak-anak. Untuk usia sampai 5 tahun, anak bersekolah bersama ibu dan ayahnya di rumah. Keputusan tersebut tentu saja menuntut pemenuhan waktu maupun kapasitas. Akhirnya salah satu dari kami pun akhirnya resign dari pekerjaan. Saya sebagai ibu dari anak-anak lah yang akhirnya melepaskan pekerjaan yang sudah sekitar 11 tahun digeluti (sebagai guru di sekolah swasta). Tetap ada kekhawatiran karena satu pundi keuangan kami harus berkurang.

Tantangan selanjutnya adalah pertanyaan dari keluarga besar dan juga masyarakat kenapa anak belum masuk sekolah. Karena di tempat kami, anak usia dini memang sudah seharusnya masuk sekolah. Jujur waktu itu memang kami kebingungan memulai dari mana. Ditambah belum adanya komunitas yang bisa saling mendukung dalam menerapkan konsep FBE dalam keluarga. Akhirnya penguatan tersebut kami lakukan dalam keluarga inti. Suami yang selalu menyemangati dan kembali menyadarkan tentang misi keluarga. Ketika saya merasa lelah dan bingung bagaimana membersamai anak-anak, maka beliau akan kembali menyadarkan tentang konsep FBE yang sampai saat ini kami pilih sebagai panduan.

 

 

ü Karakter yang Menguatkan Misi Hidup

Proses untuk perwujudan misi hidup tersebut memerlukan penguat agar senantiasa istiqomah untuk memperjuangkannya. Beberapa karaktert dalam ibu professional di bawah ini yang akan selalu menjadi penguat proses dalam menjalani misi hidup tersebut.

 

1.      Never stop running, the mission alive

Dalam komunitas ibu professional ini kami bersama saling menjaga, terus bergerak menuju misi hidup. Berproses bersama dalam ranah kerja dan bidang masing-masing. Sesekali tak apa beristirahat untuk mengisi perbekalan. Sebuah ketapel pun perlu ditarik mundur untuk menghasilkan loncatan yang jauh.

 

2.      Don’t teach me. I love to learn.

Karakter ini merupakan sesuatu yang harus seantiasa melekat pada diri setiap ibu. Karena dengan belajar maka seorang ibu akan lebih bisa mengimbangi proses perkembangan anak-anak. Selain itu, seorang ibu akan menjadi inspiratory dan generator bagi masyarakat di sekitarnya. Maka, tak perlu disuruh dan merasa terpaksa seorang ibu harus selalu haus akan ilmu pengetahuan terbaru.


3.      I know I can be better

Seorang ibu harus merasa yakin bahwa dirinya bisa berproses menjadi pribadi yang lebih baik. Dengan senantiasa melakukan update dan upgrade ilmu serta keterampilan.

 

4.      Always on time

Waktu merupakan salah satu harta yang paling berharga yang dimiliki oleh manusia di muka bumi. Dengan menghargai dan memanfaatkan waktu dengan baik maka akan terjadi perubahan besar dalam hidup. Oleh karena itu, dalam mewujudkan misi pun harus senantiasa memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. Tak ada sedetikpun waktu yang terlewat kecuali digunakan sebagai sarana memperjuangkan misi kehidupan.

 

5.      Sharing is caring

      Perwujudan misi tersebut pastilah melibatkan orang lain terutama keluarga. Maka karakter berbagi haruslah menjadi kebiasaan yang dilakukan. Dari proses berbagi tersebut akan banyak orang yang mendapat inspirasi dari apa yang dilakukan. Berbagilah sebagai bagian dari perhatian kepada orang lain. Kita tak hanya menjadi baik sendiri tetapi harus membaikkan orang lain.

 

Harta karun telah terkumpul, misi telah dirumuskan. Kini saatnya untuk menata hati dan berharap keridhoan Allah SWT agar apa yang telah dirumuskan mendapatkan kemudahan di kemudian hari.

Nur Iswanti Hasani

 

#Misi7

#KarakterIbuProfesional

#PenjelajahSamuderaAmarta

#Matrikulasibatch9

#InstitutIbuProfesional

#IbuProfesionalforIndonesia

#SemestaKaryauntukIndonesia

 


Jumat, 02 April 2021

Menemukan Harta Karun: Makna Ibu Profesional

22.55 0 Comments


 

Dalam penjelajahan kali ini, kami diminta untuk mendefinisikan makna ibu professional dari sudut pandang pribadi masing-masing. Memang tidaklah mudah untuk menemukannya karena hal tersebut terkait tidak hanya pada diri pribadi tetapi juga terkait pada suami dan juga anak-anak.  Berawal dari mimpi diri untuk menjadi seorang wanita yang mampu dan pantas sebagai istri dan juga ibu yang baik, maka definisi ibu professional menurut saya adalah sebagai berikut.

 

“Ibu Professional adalah seorang wanita yang bangga akan peran diri yang telah dipilih dan bersungguh-sungguh mendidik serta mengantarkan anak-anak sukses di kehidupan dunia dan akhirat.”

 

Kalimat tersebut ingin saya wujudkan tentu saja dengan dukungan penuh dari suami sebagai partner hidup utama. Karena dalam setiap langkah yang diambil seorang wanita, maka haruslah berdasar pada izin dari qowwam atau suaminya.

 

Mengapa seorang wanita harus bangga akan peran dirinya? Seroang wanita harus bangga akan peran dirinya karena hal tersebut menjadi penyemangat untuk terus berubah menjadi lebih baik, dia sadar bahwa pilihannya adalah pilihan terbaik yang diambil. Dari kesadaran tersebut maka akan melahirkan semangat dari dalam diri untuk meraih setiap impian yang telah dituliskan.

 

Kebanggaan akan peran diri tersebut haruslah disertai dengan kesungguhan dalam menuntut dan mengupgrade ilmu sehingga bisa mendidik anak-anaknya untuk sukses di kehidupan dunia dan juga akhirat. Sebagai seorang ibu kita tak boleh tergilas oleh perkembangan zaman. Seorang ibu hendaklah senantiasa update ilmu maupun pengalaman sehingga bisa mengimbangi proses perkembangan anak-anaknya.  

 

Semoga Allah memberikan kemudahan dalam mewujudkan makna ibu professional tersebut….

 

#Misi6

#PenjelajahSamuderaAmarta

#Matrikulasi9

#InstitutIbuProfesional

#IbuProfesionalforIndonesia

#SemestaKaryauntukIndonesia

 


Jumat, 26 Maret 2021

MENERJANG OMBAK PENJELAJAHAN SAMUDERA AMARTA

21.18 0 Comments


 

Dalam sebuah pelayaran pastilah akan ditemui ombak di tengah perjalanan. Apa yang akan dilakukan ketika menemui ombak di tengah jalan? Apakah bisa dihindari atau harus dilalui dengan berbagai cara agar bisa selamat? Nah, pada tahap ini penjelajah samudera amarta dihadapkan pada ombak untuk dihadapi. Maka tema pada pembahasan kali ini adalah menerjang ombak. Dibersamai oleh widya iswara yaitu mbak Nesri Baidani kami diajak untuk menerjang ombak dalam diri.

                Tahapan menerjang ombak merupakan tahap yang membuat kami harus kembali berkaca pada diri sendiri. Apakah alasan mendasar bergabung dalam komunitas ibu profesional ini? Sekedar sebagai tempat berkumpul dan menambah teman ataukah sebagai wadah untuk meningkatkan kapasitas diri sebagai wanita, istri dan ibu? Membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menemukan big why bergabung dalam komunitas ibu professional.

                Perjalanan untuk sampai pada pelabuhan amarta ibu professional ini memanglah tidak sigkat. Berawal dari ”kegalauan” diri memikirkan tentang peran hidup di dunia. Apakah setiap hari hanya akan diisi dengan rutinitas mencari pundi-pundi uang yang cepat sekali habisnya. Sementara di sisi lain, harus merelakan waktu kebersamaan dengan anak-anak. Hampir tiap hari anak-anak diboyong ketempat dimana mereka bisa “dijaga” dengan baik. Terkadang harus sering berpindah tangan juga. Setiap kali akan meninggalkan mereka ada rasa sesak di dada. Tak jarang pula sambil berkendara kelopak mata pun basah karena desakan kesedihan tersebut. Pada akhirnya, rutinitas itu pun harus dirubah. Jujur tak mudah apalagi ketika harus berhadapan dengan pandangan umum keluarga dan masyarakat. Status baru pun tersemat yaitu” full time mom” atau yang biasa disebut sebagai ibu rumah tangga.

                Status sebagai ibu rumah tangga sebenarnya merupakan tugas yang sudah otomatis tersemat pada setiap wanita yang sudah menikah. Namun, pandangan saat ini menilai bahwa ibu rumah tangga itu bukan merupakan pekerjaan. Alasannya karena tidak menghasilkan uang. Justru ibu rumah tangga itu selalu minta uang. Tak jarang kalimat tersebut “mampir” di telinga yang kadang membuat berpikir ulang tentang pilihan saat ini. Terkadang kita dipaksa oleh keadaan untuk mau berubah. Akhirnya saya pun belajar dan bergabung dengan beberapa komunitas. Dari beberapa teman saya belajar dan terus belajar hingga sampai pada tahap bahwa saya perlu komunitas untuk bisa berkembang menjadi lebih baik.

                Pencarian pun berlanjut yang akhirnya melabuhkan saya pada pilihan untuk bergabung dengan komunitas ibu professional. Komunitas ini sebenarnya sudah saya kenal sejak sebelum menikah, tetapi waktu itu belum ada “krenteg” kuat untuk bergabung. Barulah di Foundaton batch 9 ini akhirnya saya bergabung. Jadi ketika diminta untuk bertanya apa alasan kuat bergabung di ibu professional ini adalah untuk meningkatkan kapasitas diri dalam mengemban peran sebagai wanita, istri dan ibu sehingga bisa memberikan kontribusi positif pada ranah domestik maupun sosial.

                Apakah pilihan saya sudah sejalan dengan kerangka berpikir ibu profesional? Jawabannya adalah sudah. Mengapa bisa dikatakan sudah tentu saja terdapat beberapa alasan yang mendasari. Penjelasan tersebut dapat dilihat dari piramida ibu profesional berikut ini. Dalam mempersiapkan peran untuk keluarga dan masyarakat maka saya memerlukan supporting sitem untuk mendukung setiap peran yang diambil. Maka supporting system tersebut didapatkan dari :

 

Revitalisasi makna ibu

Mengapa makna ibu menjadi salah satu isu yang harus direvitalisasi? Karena peran ibu sangatlah penting. Ibu tak hanya menjalani peran domestic dalam mengelola rumah tangga saja, akan tetapi peran social pun tersemat dengan menyeimbangkan diantara keduanya. Ketika seorang ibu telah selesai pada peran domestiknya, maka secara otomatis ia akan mengambil peran sosial dengan lebih baik. Peran tersebut tak hanya sebagai tuntutan kewajiban saja, akan tetapi seorang ibu menjalani setiap peran tersebut dengan bahagia.

 

Pendidikan dan pelatihan ibu professional

Di dalam ibu profesional semua anggota akan difasiltasi dengan pendidikan dan pelatihan sebagai focus utamanya. Mengapa pendidikan dan pelatihan ini penting? Kartena dengan adanya pendidikan dan pelatihan tersebut seorang ibu akan bertambah imu dan pengalamannya dalam menjalankan setiap peran yang dipilih.

 

Pengembangan sarana ibu professional

   Dalam komunitas ibu profesional, sarana supporting system senantiasa dikembangkan untuk mendukung proses belajar yang dijalankan. Sarana tersebut dapat dilakukan secara online m,au[pun offline yang disesuaikan dengan kondisi. Pada intinya sarana tersebut harus mendukung proses belajar yang merdeka dan bahagia.

 

Jaringan kemandirian perempuan

Kemandirian perempuan otomatis akan tercipta ketika setiap ibu berusaha terus berproses memantaskan diri dalam menjalankan perannya di ranah domestik maupun sosial.

 

Muara dari semua proses tersebut akan melahirkan para ibu yang memiliki akhlak mulia sesuai dengan tujuan besar dalam piramida ibu profesional berikut ini.

Proses dari piramida tersebut akan menghasilkan output berupa ibu yang memiliki karakter sebagai berikut:

1.    Memiliki kepercayaan diri.

2.    Memiliki semangat untuk terus menerus mengembangkan diri.

3.    Memiliki kemampuan dalam mengelola keluarga.

4.    Memiliki kemampuan dalam mendidik dan mengembangkan anak.

 

                Output itulah yang akan menjadi karakter seorang ibu profesional yang harapannya akan memberikan kontribusi bagi keluarga dan masyarakat sekitar.

                Dalam berproses memantaskan diri  menjadi seorang yang memiliki kapasitas seperti piramida di atas pastilah akan ditemui rintangan. Oleh karena itu sangat dibutuhkan ketahanan diri dalam menjaga konsistensinya. Halangan tersebut dapat dihadapi dengan meluruskan kembali niat awal bergabung dalam lingkaran ibu profesional. Niatan tersebut yang akan memberikan suntikan semangat. Selain itu cara untuk bisa senantiasa menjaga semangat adalah dengan mengikuti setiap kegiatan keilmuan yang disediakan oleh komunitas ibu profesional maupun di luar itu. Dengan adanya update ilmu maka pikiran akan selalu terbuka untuk bisa tetap konsisten.

 

#Misi5

#penjelajahsamuderaamarta

#matrikulasi9

#InstitutIbuProfesional

#semestakaryauntukindonesia

#institutibuprofesionalforIndonesia

 

 

Sumber gambar: google.com

 

 

Jumat, 19 Maret 2021

Aliran Rasa Penjelajahan Samudera Amarta

16.48 0 Comments


 

Sungguh rasa yang tak terbayangkan bisa sampai pada tahapan ini. Setelah beberapa misi terselesaikan, kini saatnya rehat sejenak untuk menumpahkan rasa yang dialami selama perjalanan meraih mimpi.

Menjadi mimpi yang telah lama terpendam untuk menjadi member ibu professional. Hingga akhirnya tahun 2020 menjadi awal pijakan baru untuk menyandang status sebagai member ibu professional meski baru di tahap awal. Akan tetapi rasa itu membuncah bahagia mengalirkan semangat dalam menanti setiap tahapnya. Setiap tahapan misi yanh diberikan oleh widya iswara sangatlah keren. Saya mengatakan keren karena meskipun pembelajaran yang dilakukan di ibu professional ini adalah pembelajaran via online tetapi sangat mengasyikkan. Selain itu, tahapan misinyapun membuat kami para penjelajah semakin tersadar akan konsep “diri”

Tahapan misi yang diberikan diawali dengan “pemetaan” diri. Setiap misi yang dikerjakan pasti terkait dengan “self talk”. Kami dibimbing untuk meraba akan kelemahan dan kelebihan diri. Setelah itu, apa yang bisa dilakukan setelah menyadari akan kelemahan dan kelebihan tersebut. Sebelum itu semua, kami pun diajak untuk mencari “strong why” dari setiap langkah yang kami lakukan. Harapannya, alasan  kuat itulah yang akan menjaga semangat untuk melalui penjelajahan di samudera amarta ini.

Setelah menyadari itu semua, kamipun dibimbing untuk menemukan peran diri. Sebagai seorang wanita, peran yang diemban pun tak hanya ranah domestic saja. Kami dibimbing untuk menemukan peran diri sebagai istri, ibu dan peran dalam masyarakat. Tak mudah memang, tapi kebahagiaan menjadi wanita itulah yang menjadi penyemangat untuk bisa senantiasa berubah dan berproses.

Ketika sudah memahami akan peran diri, maka akan lebih mudah untuk menempatkan diri dalam ranah yang akan digeluti. Maksudnya apa? Maksudnya bahwa setiap manusia diciptakan oleh Allah SWT pasti diberikan bekal untuk bisa membawa keberkahan bagi orang lain. Maka setiap diri hendaklah memiliki peran spesifik pada bidang yang akan diperjuangkan.

Rencana 5 tahun pun ditentukan. Hal itu sebagai cara untuk memeri arah yang jelas akan misi/peran hidup yang akan diperjuangkan. Selain itu juga akan memberikan semangat untuk bisa konsisten dalam memperjuangkannya. Sungguh luar biasa proses yang saya jalani dalam mengikuti penjelajahan di ibu professional ini. Semoga bisa istiqomah dan menjadi diri yang lebih baik.

 

#aliranrasa

#penjelajahsamuderaamarta

#matrikulasi9

#InstitutIbuProfesional

#semestakaryauntukindonesia

#institutibuprofesionalforIndonesia.