Seorang ibu yang belajar dan berproses untuk merawat dan menumbuhkan fitrah keluarga

Senin, 03 Mei 2021

Ramadhan Day-16: Model Pendidikan Karakter (part 2)

 


Pendidikan karakter diawali dengan penanaman pemahaman yang utuh dalam diri siswa. Inkulkasi tersebut dapat melalui berbagai cara yang dapat disesuaikan dengan model belajar anak. Yang terpenting bahwa siswa memahami urgensi dari sikap yang ditanamkan. Misalnya: seorang anak harus mendengarkan dan menghargai seseorang yang sedang berbicara. Pemahaman yang diberikan dapat diberikan melalui perumpamaan. Diumpamakan  saja anak tersebut menjadi yang berbicara, kemudian tidak didengarkan oleh orang lain. Dari perumpamaan tersebut, si anak diminta untuk membayangkan rasanya. Akan lebih mengena lagi ketika hal tersebut dipraktikan secara langsung. Dirancang sebuah simulasi di dalam kelas yang mempraktikkan beberapa hal yang wajar dan tidak wajar dilakukan. Kemudian anak diminta mengidentifikasi kegiatan mana yang mereka pilih untuk diterapkan.  Penarikan kesimpulan mengenai kegiatan yang harus dilakukan tersebut mengajak anak untuk terlibat. Dengan begitu, akan tumbuh rasa memiliki atau “handarbeni” sehingga akan lebih ringan untuk mengaplikasikannya.

Setelah inkulkasi, langkah selanjutnya adalah modelling atau keteladanan. Sebuah adagium yang mungkin sangat sering kita dengar mengatakan bahwa satu keteladanan lebih baik daripada seribu kata-kata. Kalimat tersebut bermakna bahwa satu hal yang dilakukan langsung oleh orang dewasa di depan seorang anak, maka sikap itulah yang akan ia potret kemudian terekam dalam memori jangka panjangnya. Sebagai contoh, seorang guru yang melihat sampah kemudian memungut dan membuangnya ke tempat sampah. Hal itu mungkin sesuatu yang sepele. Namun, mata-mata kecil yang menyaksikan langsung sikap tersebut akan menyimpulkan sesuatu yang lebih daripada yang kita perkirakan. Sangat berbeda kiranya ketika sikap guru tersebut acuh atau justru hanya menyuruh siswa untuk membersihkan. Petuah dan perintah keluar darinya agar si anak membuang sampah tersebut ke tempat sampah. Pada saat itu, perintah tersebut manjur. Akan tetapi, pada saat tidak ada perintah, maka sikap siswa pun akan biasa ketika melihat sampah tersebar di sekitarnya. Itulah kekuatan keteladanan yang kini mungkin semakin jarang kita temukan.

Keteladan yang diberikan didukung dengan fasilitasi (facilitation) dan juga pengembangan keterampilan (skill building). Bagaimana kedua hal tersebut bisa dilaksanakan? Fasilitasi dapat dilakukan pada proses pembelajaran yang terjadi di dalam kelas. Pemberian kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasikan nilai akan menumbuhkan kebiasaan. Kebiasaan yang selalu berulang tersebut akhirnya menjelma menjadi sebuah karakter yang mengakar dalam diri anak. Contoh dari aplikasi fasilitasi adalah ketika guru menjelaskan suatu pelajaran. Ada kalanya guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendengarkan pendapatnya. Guru tidak egois untuk bicara sepanjang waktu atau teacher talking time. Akan tetapi, guru juga menghargai apa yang ingin disampaikan oleh siswanya. Dengan begitu, siswa pun akan menghargai apapun yang guru sampaikan.

Proses fasilitasi dalam diri anak tidak terlepas dengan proses skill building. Keterampilan sosial yang perlu untuk selalu diasah adalah yang terkait dengan keterampilan berpikir kritis dan keterampilan mengatasi masalah. Kedua keterampilan tersebut merupakan modal bagi anak dalam menghadapi kehidupan nantinya. Berpikir kritis akan mengarah pada pembentukan pribadi yang bijaksana, senantiasa cermat dalam mensikapi suatu masalah sehingga bisa membuat keputusan yang tepat. Dengan begitu, akan lahir pribadi-pribadi yang sangat menghargai penyelesaian masalah dengan cara yang baik tanpa harus mengendalkan kebiasaan destruktif yang kini seperti menjadi bagian dari bangsa ini. Pendidikan karakter yang komprehensif yang meliputi penanaman pemahaman, pemberian keteladanan, fasilitasi dan pengembangan keterampilan menjadi model yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar