Seperti apakah dan bagaimanakah definisi seorang pahlawan? Di
hari yang biasa diperingati sebagai Hari Pahlawan ini semua media mengangkat
tema tentang pahlawan. Tak ada yang salah memang, sama sekali tidak. Mencoba
berpikir bahwa tujuan dari semua itu adalah untuk kembali menumbuhkan rasa
Nasionalisme yang kini terasa mulai meluntur. Rasa Nasionalisme yang tergeser
dengan budaya barat. Para pemuda lebih bangga ketika mengidolakan tokoh barat,
memakai baju hal-hal yang berbau barat. Bahkan, dalam pergaulan pun sudah tak
beda dengan budaya barat (yang sejatinya sangat bertentangan dengan budaya
ketimuran yang menjunjung kehormatan pria dan wanita). Itulah sedikit potret
fakta yang terjadi saat ini.
Apa yang tergambar di atas adalah lamunan, renunganku ketika
ikrar berlangsung. Lamunanku terbawa karena terhampar di hadapanku anak-anak
berkostum pahlawan yang akan beraksi dalam drama memeriahkan peringatan Hari
Pahlawan. Lucunya, mereka sungguh menikmati. Harapku dalam hati, "semoga
kalian menjadi pahlawan yang sesungguhnya pahlawan. Bukan seseorang yang ingin
dianggap sebagai pahlawan" (ketika saat ini banyak pahlawan kesiangan)
Sesampai di kelas, terpikir seorang Pahlawan yang baru saja
kubaca. Ingin rasanya kubagi apa yang kubaca itu kepada anak-anakku. Setelah
selesai berdo'a, kumulai ritual cerita. Memang karakter anak yang unik,
bergerak tak henti, ngomong tak juga henti. Tapi ku yakin, kalian belajar lewat
itu. Itulah dunia kalian.
"Pada zaman Rasulullah ada seorang sahabat bernama
Sa'ad bin Abi Waqqash. Beliau masih terhitung paman Nabi dari garis ibu",
ceritaku bermula. Entah mengapa ketika cerita itu tentang Nabi dan Rasul
ataupun Sahabat Nabi anak-anak lumayan tertarik. Beberapa yang tadinya bermain
atau bercakap mulai memberikan perhatian. Satu yang kupelajari, apa yang
disukai anak-anak itu tergantung dari apa yang kita biasakan kepada mereka. So,
biasakan dan ceritakan yang baik-baik.
"Dahulu, Sa'ad dan keluarganya belum memeluk agama
Islam,mereka masih menyembah berhala" (anak-anak mulai berceloteh ingin
berpendapat tentang berhala). "Hingga suatu ketika Sa'ad bermimpi bertemu
dengan Abu Bakar Ash shidiq, Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib.
Hingga beberapa hari dia berpikir tentang mimpi tersebut. Sampai suatu ketika,
Abu Bakar datang kepadanya dan mengajaknya untuk beriman kepada Allah SWT.
Tanpa pikir panjang, Sa'ad pun mengucapkan dua kalimat syahadat. "
Cerita ini agak panjang untuk ditulis di sini, namun hikmah yang terangkum
diantaranya: (1) "Sa'ad adalah seorang pemuda yang sangat berbakti dengan
ibunya", (2) "Dia adalah pemuda yang sangat rendah hati, tak pernah
sombong dengan apa yang ada pada dirinya", (3) "Sa'ad adalah salah
seorang sahabat yang didoakan oleh Rasul, maka setiap doa yang keluar dari
mulutnya pasti dikabulkan", (4) "Bersama Zaid bin Tsabit, Sa'ad terpilih
,menjadi salah satu pemanah terbaik Islam", (5) "Sa'ad juga menjadi
sahabat dan pejuang Islam pertama yang terkena panah dalam upaya mempertahankan
Islam", (6) "Sa'ad merupakan salah satu sahabat yang dikaruniai
kekayaan yang banyak digunakan untuk sedekah", (7) "Sa'ad wafat pada
usia 80 tahun di atas pangkuan anaknya dan dikafani dengan jubah yang dia pakai
saat Perang Badar". Dia dikenal sebagai lelaki antara dua surga.
"Itulah Sa'd bin Abi Waqqash yang merupakan salah
satu Pahlawan Islam." yang tentunya patut untuk kita teladani.
"Nah, anak-anak itulah cerita hari ini, besok kita
coba cari lagi pahlawan Islam lain yang juga keren di zamannya"
Dari apa yang kutangkap, pada dasarnya anak-anak itu sangat
senang dengan cerita kepahlawanan Islam. Islam tak pernah mengajarkan
kekerasan, Islam mencintai kedamaian (banyak cerita Rasul dan Sahabat Rasul
yang menunjukkan bagaimana mereka sangat menginginkan kedamaian.
Terbayang di fikiran, terasa di benakku sangat tenang jika
saja nilai-nilai Islam ini kita tanamkan sejak awal pada diri anak-anak kita.
Biasakan mereka berkenalan dengan idola Islam, bukan justru idola kartun yang
sebagian besar adalah rekaan manusia/imajinasi. Perdengarkan kepada mereka
cerita Rasul dan Sahabat Rasul yang sangat istimewa, sebuah peradaban yang
paling mulia yang pernah ada.
Kita tidak mendidik anak-anak tersebut untuk hidup sama
dengan zaman kita. Tetapi mereka akan hidup di zaman yang sangat berbeda. Zaman
dimana yang paling penting bagi mereka adalah kemurnian akhlaq, kekuatan
prinsip dalam memegang kebenaran dan kejujuran. Mereka adalah penerima estafet
kepemimpinan, penerus dari apa yang ada saat ini.
Kontribusi kecil sebagai guru, lewat apa yang kita tuturkan
semoga menjadi serpihan kecil yang akan membentuk kepribadian mereka. Semoga
itu semua menjadi amal jariyah bagi kita semua. Aamiin.
Nafisah Al Akhfiya'
10 -11-16 (peringatan Hari Pahlawan)
Foto: Nayo