Seorang ibu yang belajar dan berproses untuk merawat dan menumbuhkan fitrah keluarga

Rabu, 05 Oktober 2016

Kapan Belajarnya, Bu?

Di pagi yang cerah, ketika sinar matahari berpendar menerobos celah kaca yang tak tertutup oleh display yang ditempel di sebuah kelas yang berisi 28 anak. Semburat jingga warna sinarnya membawa keceriaan dalam proses pembelajaran yang ada di kelas tersebut. 28 anak sedang melakukan berbagai aktivitas yang bervariasi. Sebagian memegang gunting di tangan kanannya, sementara tangan bagian kiri memegang kertas yang kadang kala jatuh karena kurang kuat dalam memegang. Sebagian lagi ada yang mewarnai sebuah gambar dengan crayon yang warnanya menempel tak hanya di atas kertas yang sedang diwarnai, namun juga pada lantai, baju dan tangan serta wajah-wajah lugu nan lucu. Ada pula beberapa anak yang asyik dengan pojok bermain dengan mainan lego dan balok yang dirangkai menjadi berbagai karya sesuai dengan imajinasi dalam benak mereka. Sesekali terdengar cekcok ringan mendebatkan rupa dan bentuk bangunan kreasi bersama. Semarak suara celoteh yang saling saut dari sudut-sudut kelas, membuat kegaduhan yang terasa indah.
Sang guru berjalan dari satu tempat ke tempat yang lain untuk memeriksa pekerjaan anak-anak. Pada saat guru tersebut mendekati kumpulan anak perempuan yang  sedang heboh mewarnai gambar dengan crayon di tangan, beberapa anak bertanya.
 ” Bu, kapan belajarnya?, kok dari kemarin belum belajar cuma bermain terus.”
 Itulah salah satu pertanyaan yang membuat sang guru sedikit terhenyak. Sang guru pun dengan pelan sambil duduk lebih dekat menjawab, “Loh, ini kan sedang belajar nak.” “Masak belajar cuma kayak gini aja bu, kalau belajar itu ya nulis, berhitung, membaca”, sergahnya. “Iya, kayak aku les itu lho bu. Semua buku dikeluarkan terus dipelajari.” Tambah anak yang lain. Sang guru pun hanya bisa tersenyum mendengar celotehan anak-anak tersebut. “Yah, nanti kita mulai belajar ya. Sekarang diselesaikan dulu pekerjaannya, oke?”. “Oke bu”, jawab mereka serempak.
Kejadian pada hari itu, mengingatkan sang guru pada proses pembelajaran yang pernah dialaminya  15 tahun yang lalu ketika di bangku sekolah dulu. Bagaimana sema proses belajar itu terjadi di atas meja, duduk manis menghadap ke papan tulis, mendengarkan setiap kata yang diucapkan oleh guru tanpa beranjak sedikitpun, tanpa mengeluarkan suara sedikitpun selama beerapa jam. Bahkan, ketika ada yang ngobrol (istilahnya rame), sang guru akan langsung memanggil nama anak tersebut. Sebuah pembelajaran yang menekankan pada perhatian penuh terhadap semua yang diberikan oleh guru. Ketika diingat, memang banyak hal yang bisa didapatkan. Dari metode tersebut, anak cenderung diam, patuh dan menghargai gurunya. Tak sedikit pula siswa yang berhasil. Tak ada yang salah, sungguh tak ada yang salah dengan metode tersebut. Bahkan, sangat ingin kiranya mengucapkan terima kasih sepenuh langit terhadap sosok-sosok pengajar tersebut. Beliau-beliau lah yang mengantarakan dan menanamkan dasar pengetahuan ke dalam otak dan hati ini.


Nafisah_azhief

anaqukreatif.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar