Meniru
atau imitasi merupakan kegiatan yang sering dilakukan oleh anak-anak. Segala
sesuatu di sekitar mereka dapat menjadi bahan untuk makanan otak. Makanan
tersebut selanjutnya akan diproses di dalam otak yang akhirnya akan menjadi awal
kebiasaan anak-anak. Kegiatan bermain merupakan salah satu pembentuk kebiasaan.Dengan bermain, banyak hal
yang akan dipelajari oleh anak. Ketika kita perhatikan, anak-anak sering
bermain memerankan diri sebagai satu sosok. Sosok tersebut mereka tiru dari
pengamatan mereka pada karakter yang mereka temui sehari-hari. Selain meniru,
anak-anak juga sering menganggap mainan tersebut sebagai karakter hidup.
Seringkali kita menemui anak-anak mengajak mainannya untuk “ngobrol” atau
melakukan sesuatu kegiatan.
Anak-anak
sering meniru karakter dari mainannya dan juga mengajak berdialog dengan mainan
tersebut. Kegiatan bermain seperti ini
disebut sebagai permainan ‘ilusi’. Artinya, anak memberikan peran tertentu pada
benda atau ia sendiri melakukan peran tersebut. Ia berkhayal bahwa kursi adalah
kereta, sapu adalah kuda, tongkat adalah pedang, dan ia sendiri menjadi kapten,
dokter, ibu atau yang lainnya. Melalui permainan ilusi ini, di samping anak
dapat mengembangkan kemampuan sosial dan bahasa ia juga dapat mengembangkan
kreativitas dan imajinasi. Dalam deklarasi hak-hak anak yang ditetapkan PBB
tahun 1959 menyatakan bahwa seseorang perlu diberi kesempatan untuk berkhayal
(menggunakan daya imajinasinya), karena bermain dan berkhayal adalah kebutuhan
inheren (bagian dari diri) dari anak. Melalui bermain dan berkhayal,
kreativitas anak dapat dipupuk.
Kemampuan
ini nantinya akan berimbas pada sosialisasi anak di tengah teman-temannya
ataupun masyarakat di sekitarnya. Anak yang sering mengajak mainannya
beraktivitas ataupun mengobrol cenderung akan lebih siap ketika di bangku
sekolah diminta untuk tampil berbicara ataupun bercerita. Dia juga akan disukai
teman-teman karena kenampuannya menarik perhatian dengan bercerita.
Nafisah
Al Akhfiya’
20/10/2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar