Pendidikan
karakter yang digaungkan saat ini sepertinya belum bisa menjawab persoalan yang
semakin hari semakin bertambah berat. Persoalan tersebut diantaranya terkait
dengan moral dan akhlak anak dalam kehidupan kesehariannya. Penanaman karakter
melalui doktrinasi seperti yang diberikan para pendahulu tidak lagi bisa
diterapkan pada kondisi zaman seperti saat ini. Kondisi siswa saat ini lebih
membutuhkan pemahaman yang “gamblang” tentang segala sesuatu yang mereka
hadapi. Pemberian tauladan pun semakin tak dihiraukan. Hal ini disebabkan
adanya krisis figuritas. Figur atau tokoh yang layak untuk bisa dijadikan
pijakan dalam bersikap semakin sedikit. Ketika ada pun, biasanya mereka adalah
bagian kecil dari masyarakat yang tak terekspos oleh media. Padahal saat ini,
figur yang biasa menjadi panutan dan anutan seorang anak adalah yang sering
muncul di media massa. Walaupun kadang
tidak menghiraukan sama sekali kualitas dari sang figur tersebut.
Pemangkasan materi
sebagai usaha perbaikan kurikulum pun sepertinya belum menampakkan hasil.
Beberapa pandangan menyebutkan bahwa merosotnya kualitas pendidikan karakter
dikarenakan beban berat seorang anak dalam menerima pelajaran. Guru terfokus
untuk menyampaikan gemuknya materi sehingga tak menghiraukan lagi segi sikap
ataupun afektif peserta didiknya. Pendapat ini tak juga salah. Tuntutan yang
berat dari kurikulum memang membuat guru kewalahan. Tak hanya dalam hal
mengajar saja tetapi juga dalam hal mendidik. Alhasil, nilai hidup yang
sejatinya tersisip dalam setiap proses pembelajaran pun menjadi terlupa.
Pertanyaan besar yang mungkin bisa diajukan saat ini adalah: model
pendidikan karakter seperti apa yang tepat untuk diterapkan dalam mengatasi
segala problematika yang membelit moral anak bangsa? Yang pertama harus
diyakini oleh para pendidik adalah segala masalah pasti mempunyai jalan keluar.
Salah satu jalan keluar dalam menjawab pendidikan karakter bangsa ini adalah
dengan metode komprehensif. Apa itu metode komprehensif dalam pendidikan
karakter? Metode ini berkembang sebagai kesadaran akan situasi yang serba
kompleks. Pendekatan ini menekankan pada lulusan yang mampu membuat keputusan
moral dan sekaligus memiliki perilaku yang terpuji berkat pembiasaan
terus-menerus dalam proses pendidikan (Zuchdi, dkk, 2013: 16). Pendekatan ini
melibatkan beberapa segi diantaranya metode yang diterapkan, pendidik yang
berpartisipasi, serta konteks berlangsungnya pendidikan karakter.
Metode yang digunakan dalam pendekatan komprehensif pendidikan
karakter meliputi inkulkasi (inculcation), keteladanan (modelling),
fasilitasi (facilitation) dan pengembangan keterampilan (skill
building). Inkulkasi atau penanaman nilai merupakan usaha pengintegrasian
nilai kehidupan pada diri anak secara terus-menerus setiap hari. Sebagai contoh
adalah menghargai pendapat orang lain, memperlakukan orang lain secara adil,
mengomunikasikan kepercayaan ataupun keragu-raguan disertai alasan yang
mendasarinya, memberikan konsekuensi disertai alasan yang kuat, menjaga
komunikasi dengan teman yang berbeda pendapat, memberikan kebebasan bagi adanya
perilaku yang berbeda-beda. Sikap tersebut harus dibiasakan dan menjadi bagian
hidup dalam pemecahan masalah yang dihadapi oleh para siswa. Usaha penanaman
tersebut tak akan sempurna jika tidak dilengkapi dengan modelling, facilitating
dan skill building. Pembahasan selanjutnya dapat dibaca pada Model
Pendidikan Karakter (part 2).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar