Siswa merupakan bagian tak terpisahkan dalam sebuah
proses pendidikan. Mereka adalah subjek sekaligus objek dari pendidikan
tersebut. Ketika pertama kali guru bertemu dengan siswanya, pastilah akan
menemukan beragam tipe ataupun karakteristik pada tiap individu. Seorang anak dilahirkan dengan berbagai keunikan. Penciptaan manusia
dengan berbagai ragam rupa, sifat, kemampuan pun termasuk di dalamnya. Perbedaan adalah hukum fitrah dalam semua bidang
kehidupan. Bahkan Allah SWT dalam menciptakan setiap makhluk-Nya tidak ada
satupun yang sama persis. Sudah bisa dipastikan dari dua individu pasti
terdapat perbedaan dalam satu ataupun beberapa hal. Perbedaan ini mencakup
seluruh aspek kehidupan.
Dalam konteks pendidikan, unsur yang saling
berinteraksi di dalam proses pembelajaran adalah antara guru dengan siswa, maka
hakikat dari perbedaan ini juga penting untuk dipahami. Perbedaan siswa sebagai
pelaku pendidikan merupakan suatu hal yang wajar, karena mereka berasal dari
latar belakang yang sangat beragam pula. Individu
perserta didik memiliki cara-cara yang berbeda dalam memahami informasi dalam
proses pembelajaran. Perbedaan ini tergantung pada gaya belajar yang lebih
disukai.
Perbedaan
dalam diri siswa tersebut dapat disikapi dengan dua hal oleh guru, yaitu menjadi
sebuah penghalang ataukah menjadi sebuah peluang. Kondisi tersebut menjadi
penghalang ketika guru belum sepenuhnya memahami kondisi siswa. Sebagai seorang
guru, kita sangat berharap mendapat amanah anak-anak yang mudah untuk diajari,
baik dalam akhlaq, pintar dan kelebihan yang lainnya. Namun, harapan tersebut
tak seluruhnya sesuai dengan kenyataan yang terjadi. Tak sedikit dan tak jarang
pula kita mendapat amanah anak-anak yang memiliki special needs. Entah
itu dalam hal kognitif, perilaku, ataupun sosial emosional. Setiap anak tidak
meminta dia dilahirkan dengan special needs.
Penyikapan
terhadap kenyataan bahwa banyak diantara siswa yang menjadi amanah kita
memiliki kekurangan ataupun kelebihan adalah sebuah kesadaran bahwa memang
itulah tugas seorang guru. Guru mempunyai kewajiban untuk membawa anak-anak
yang tidak tahu menjadi tahu, yang tidak bisa menjadi bisa dan yang tidak baik
menjadi baik. Jika semua siswa yang masuk sudah tahu, bisa dan baik, lantas apa
tugas guru? Tidak mempunyai tugas apapun selain menjalani rutinitas harian yang
mungkin kadang membosankan.
Menghadapi
kenyataan akan kekurangan dan kelebihan siswa yang kita ajar itulah yang
merupakan seni menjadi seorang guru. Anak yang diberikan kelebihan oleh Allah
dengan kecepatan dalam mempelajari sesuatu, bahkan kadang lebih daripada
gurunya, akan menantang seorang guru untuk tak berhenti belajar. Guru akan
terpacu untuk senantiasa meningkatkan kemampuannya dalam bidang yang digeluti.
Dengan begitu, guru akan terjauh dengan apa yang dinamakan comfort zone
(zona aman) yang kadang tercipta karena kondisi kelas yang biasa-biasa saja.
Tapi, karena ada yang yang tidak biasa alias luar biasa, maka guru pun akan
berusaha mengimbanginya untuk menjadi luar biasa.
Begitu
pula ketika guru dihadapkan dengan siswa yang oleh Allah memang diciptakan
tidak seperti kebanyakan siswa lain dalam hal kecepatan belajar. Kondisi itu
pun akan melecut guru untuk menemukan cara dalam mengajar agar si anak mudah
dalam menerima pelajaran. Sikap apatis dan menyerahkan kondisi dengan
menyalahkan keluarga apalagi anak yang bersangkutan bukanlah solusi. Sikap
tersebut justru akan membekaskan luka mendalam di hati anak. Betapa dia akan
merasa tidak diterima dan diacuhkan karena kondisinya yang berbeda dengan anak
yang lain. Jangan sampai kita menjadi guru yang berpandangan seperti itu.
Menyalahkan kondisi anak ketika hasil perolehan nilai tak meningkat secara
signifikan. Introspeksi merupakan jalan yang harus dilakukan oleh kita para
guru. Bisa jadi ketidakberhasilan tersebut karena kita sebagai guru belum
berusaha secara maksimal dalam mengajar siswa yang menjadi amanah kita. Kondisi
anak yang spesial tersebut telah mengubah cara berpikir guru yang mengampunya.
Selain itu, kondisi tersebut juga telah membuat sang guru tak pernah berhenti
untuk belajar dari waktu ke waktu. Dengan begitu, siswa akan menjadi ladang luas
tempat guru untuk selalu meningkatkan kemampuannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar