Seorang ibu yang belajar dan berproses untuk merawat dan menumbuhkan fitrah keluarga

Selasa, 23 Januari 2018

Kunci yang tak Sengaja Ditemukan (part 1)



Hari ini waktunya jalan-jalan. Anak-anak akan diajak untuk mengunjungi beberapa tempat yang ada di sekolah, diantaranya ruang tata usaha, ruang kepala sekolah, ruang PSB, Ruang Komputer dan Ruang AVA. Sangat menyenangkan memang, terutama bagi anak-anak yang berlebih energi. Serasa mereka bisa mengekspresikan sesuatu yang mereka tunggu, yaitu mengeksplorasi alam luar.
Hingga pada suatu ketika tibalah di sebuah ruangan bernama Pusat Sumber Belajar. Pengelola membuat aturan bahwa sepatu diatur dengan rapi di luar ruangan, tentunya berdasar bahwa Islam itu mencintai keindahan. Seorang anak yang memang guratan pendiriannya tegas melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan oleh temannya. Dia meletakkan sepatu secara acak, ditumpuk diantara sepatu yang lain. Langsung saja dia melenggang ke dalam ruang PSB.  Salah satu guru yang sedari tadi mengingatkan segera bergerak untuk menertibkan. Anak tersebut coba untuk dipaksa merapikan sepatu, tapi tak bisa juga. Justru dia memberontak dan bertanya “Kenapa harus ditata rapi?”.  
Setelah beberapa saat, salah satu guru datang padanya dan berkata, “Nak, coba sini duduk dengan Bu Guru. Lihat Bu Guru sebentar” dengan ogah-ogahan dia mencoba menuruti guru tersebut. “Bu Guru cuma mau bertanya, Islam itu mengajarkan kita kerapian tidak ya?”, anak tersebut mengangguk. “Nah, kalau begitu Bu Guru ingin kamu menunjukkan contoh bahwa Islam mengajarkan kerapian itu seperti apa. Itu saja, oke!” . Sang guru meninggalkan anak itu dan terlihat bahwa dia berpikir. Tak lama setelah itu, dia keluar ruangan, tak tahu apa yang mau dilakukan. Setelah anak tersebut masuk, sang guru melihat keluar dan ternyata sepatu yang tadi ditumpuk sudah berjajar rapi dengan sepatu yang lain.
Subhanallah, bertambah ilmu lagi bagi kami. Pelajarannya adalah bahwa hati anak hanya bisa disentuh dengan hati. Sebuah kayu yang bengkok, jika dipaksa diluruskan maka akan patah. Sejak saat itu, maka sang guru selalu mencoba membicarakan segala sesuatu dengan baik dan memantik anak-anak dengan pemikiran agar mereka terbiasa melakukan atas kesadaran mereka sendiri.

Nafisah_azhief

2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar