Seorang ibu yang belajar dan berproses untuk merawat dan menumbuhkan fitrah keluarga

Rabu, 28 Oktober 2015

3 Pengaruh Musik Dalam Belajar Yang Menakjubkan

06.41 0 Comments

apa saja pengaruh musik dalam belajar

Musik adalah perwujudan semangat manusia seperti halnya bahasa. Jika ditilik dari awal, maka kehidupan kita tak lepas dari musik. Ketika di dalam kandungan, kita hidup dengan iringan detak jantung ibu kita yang berirama. Dan saat kita lahir ke dunia, kita hidup dengan detak jantung kita sendiri, pernafasan dan dengan irama metabolis serta aktivitas gelombang otak yang lebih peka. Kita semua memiliki irama musik yang menyatukan kita dan dapat mengembangkan kapasitas ini di dalam diri kita sendiri dan orang lain.

Ketika berbicara dalam konteks pendidikan, maka apa sesungguhnya hubungan musik dalam pendidikan? Plato menyatakan bahwa” irama dan harmoni merasuk ke dalam jiwa dan bersemayam dengan kuat di sana, memberikan kenikmatan bagi tubuh dan pikiran yang hanya bisa dinikmati dengan benar-benar”. Aristoteles juga termasuk pendukung pertama yang mempercayai bahwa pendidikan dengan musik dengan menyatakan bahwa kita akan mencapai kualitas karakter tertentu dengan menghargai musik (Linda Campbell dkk, 2006:146). Lalu apa saja pengaruh Musik dalam belajar:

1. Musik memberikan suasana yang ramah dan menghilangkan stress setelah malakukan aktivitas yang berat. Maka dari itu, jika musik kita gunakan untuk pengajaran bidang-bidang lain maka secara tidak langsung kita telah menciptakan suasana pengajaran yang menyenangkan bagi anak-anak.

2. Lirik lagu yang berisi informasi kurikulum pelajaran adalah instruksi yang sangat berharga. Kebanyakan murid lebih mudah mengingat lirik untuk dinyanyikan dan akan lebih mudah untuk mengingat pelajaran yang disusun dalam musik. Menyanyikan lagu tak hanya membantu banyak siswa untuk mengingat informasi yang penting tetapi juga menggembirakan belajar di dalam kelas.

Lirik lagu yang berisi informasi kurikulum pelajaran adalah instruksi yang sangat berharga. Kebanyakan murid lebih mudah mengingat lirik untuk dinyanyikan dan akan lebih mudah untuk mengingat pelajaran yang disusun dalam musik.

3. Menyanyikan lagu tak hanya membantu banyak siswa untuk mengingat informasi yang penting tetapi juga menggembirakan belajar di dalam kelas. Maka dari itu, guru harus pandai-pandai memilih metode yang tepat. Bernyanyi hanyalah salah saru cara yang dapat digunakan untuk mempercepat pembelajaran siswa.

Demikian 3 pengaruh musik dalam belajar. Semoga pembelajaran dengan musik akan meningkatkan kualitas dalam belajar anak kita....Selamat Mencoba!

 

Senin, 26 Oktober 2015

Anak-Anak Berbeda, Boleh Saja!

17.20 0 Comments

Anak-anak, setiap hari membawa cerita indah dalam perjalanan kisah gurunya. Dari mulai awal masuk kelas, hingga tiba waktu melepas mereka untuk naik ke kelas selanjutnya.
Tingkah polah tersebut tak semua sama, justru berbeda jauh dari satu dan lainnya. Manusia diciptakan Allah dengan segala kelebihan dan kelemahan. Satu kelas yang berisi 28 anak pun akan ditemui 28 karakter dan keunikan anak-anak berbeda. Rasulullah SAW pernah menyampaikan bahwa perbedaan adalah rahmat. 

Dengan berbeda kita bisa saling melengkapi satu dengan yang lain. Anak-anak di kelas memang sangat beragam dengan segala keunikannya. Kata unik tersebut menyiratkan sesuatu yang tidak biasa atau tidak umum. Ada pandangan yang berbeda dalam penilaian masyarakat secara luas. Sesuatu yang baru dalam kehidupan kita akan menantang otak ini untuk lebih aktif bekerja. Sangat berbeda ketika kita hanya menemui sesuatu yang senantiasa monoton. Maka bersyukurlah bagi kawan-kawan yang senantiasa membuat hidupnya penuh warna. Jikapun tidak, maka selalu lah ciptakan pengalaman baru dalam tiap detik hembusan nafas. Agar kelak pengalaman kita dalam merasai kehidupan akan lebih kaya. 

Ilmu qabla amal. Kalimat itulah yang kiranya mengharuskan seseorang harus mempunyai ilmu terlebih dahulu sebelum kemudian beramal atau berkiprah dalam kehidupannya. Namun, tak juga harus menunggu ilmu lengkap untuk bisa berkiprah. Yang menjadi titik penting adalah belajar adalah sebuah proses yang tiada akhir. Dimanapun, kapanpun dan dengan siapapun harus menjadi ajang pembelajaran diri. Sebagai seorang guru, perbedaan dalam diri anak dapat menjadi ladang untuk terus belajar dan memperkaya pengalaman. Selamat berproses!

Anak Bukan Gelas Kosong

14.25 0 Comments
Anak lahir ke dunia bukan tidak membawa apa-apa, begitu pula halnya ketika anak-anak masuk ke dalam kelas. Pada diri seorang anak telah terbangun sebuah pola pikir sebagai hasil dari interaksinya dengan lingkungan. Piaget dalam teorinya juga menjelaskan bahwa seorang anak dapat mengkonstruksi pemahaman dari apa yang dia lakukan secara langsung. Pelibatan siswa dalam aktivitas akan memancing perkembangan pola pikir kritis terhadap sesuatu. Pengetahuan yang berasal dari aksi yang dilakukan secara langsung bukanlah merupakan bawaan lahir, tapi pengetahuan tersebut adalah hasil konstruksi secara aktif dalam diri siswa melalui pengalaman yang mereka dapatkan.

Poin penting dari teori Piaget (2001:2) menyebutkan bahwa anak adalah seorang pembelajar dan pemikir aktif. Mereka mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri dari objek atau pengalaman yang didapatkan. Donaldson menekankan “(the child) actively tries to make sense of the world ... asks questions, ... wants to know ... Also from a very early stage, the child has purpose and intentions: he wants to do. (Donaldson, 1978: 86). Penekanan dari Donaldson tersebut mengisyaratkan bahwa seorang anak tidaklah diam. Mereka selalu aktif ingin mencoba mengeksplorasi segala sesuatu di sekitar mereka. Oleh karena itu., lingkungan kelas yang mereka jumpai sehari-hari haruslah memberikan kesempatan bagi anak untuk mengenal dunianya. Intelektual dan kreativitas merupakan kemampuan alamiah yang dimiliki oleh anak-anak.

Mereka menunjukkan spontanitas dan keberanian dalam perilakunya, mempunyai rasa ingin tahu, daya imajinasi yang kuat, jiwa seni, rasa estetika yang diungkapkan dalam berbagai kegiatan. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa seorang anak bukanlah sebuah gelas kosong yang siap kita tuang dengan air sesuai kehendak kita sebagai guru. Anak-anak tersebut adalah sebuah gelas yang telah terisi dengan bekal berupa otak yang telah bisa mencerna dan mengkonstruk segala pengalaman kehidupan di sekitarnya. Tugas sebagai seorang guru adalah membantu anak tersebut mengeksplor dan menghubungkan segala pemahaman tersebut menjadi satu kesatuan pemahaman dalam diri mereka. Peran guru bukan pada pemberi informasi, tetapi lebih pada fasilitator yang mengantarkan siswa dalam mengembangkan informasi yang didapatkan. Pelibatan siswa secara kognitif, fisik dan emosional sangat penting agar siswa senantiasa termotivasi untuk belajar.

Prof. Dr. Jimmy Assidiqie mengungkapkan bahwa dengan adanya ICT pada saat ini, proses pembelajaran pada lingkungan sekolah tidak memerlukan guru ataupun dosen sebagai penyampai ilmu. Ilmu pengetahuan dapat didapatkan dengan mudahnya melalui fasilitas yang sangat berlimpah di sekitar peserta didik . Paradigma berpikir pembelajaran jaman dulu yang menganggap bahwa peserta didik sebagai sebuah gelas kosong harus diubah. Ketika pertama duduk di bangku sekolah, seorang peserta didik merupakan sebuah gelas berisi yang siap untuk diberikan warna dan rasa oleh para guru. Konstruksi awal dalam diri siswa merupakan modal besar yang tak didapatkan dari buku materi manapun.

Jumat, 18 Agustus 2000

Anak, Aset Masa Depan Bangsa

17.41 1 Comments
Ilmu-ilmu yang diajarkan di sini,
akan menjadi alat pembebasan,
ataukah alat penindasan ?
(WS Rendra, Puisi Sebatang Lisong)



“Pendidikan di masa kecil bagai mengukir di atas batu. Jika sebuah ranting mencoba untuk diluruskan, maka akan menjadi lurus. Namun jika batang mencoba untuk diluruskan maka sesungguhnya tidak akan melunak”
Anak merupakan aset yang tak ternilai harganya. Anak bagaikan selembar kertas kosong yang siap diberikan tulisan apapun dan dihias dengan warna apapun. Rasulullah SAW memberikan perhatian besar terhadap pendidikan anak, seperti apa yang beliau sampaikan lewat hadits yang kemudian diriwayatkan oleh Imam Bukhari, beliau bersabda:
“Tidak ada seorang anak yang dilahirkan melainkan dalam keadaan fithrah. Maka ibu dan bapaknya lah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi”
Seperti diisyaratkan juga oleh Imam Ghazali, beliau mengatakan, “Anak kecil siap menerima segala ukiran dan akan cenderung pada setiap yang diucapkan.” Maka dari itu, pendidikan yang baik merupakan hak setiap anak di seluruh dunia ini. Sebagai orang tua maupun pendidik, kita mempunyai kewajiban untuk mengantarkan anak-anak ke gerbang pendidikan yang mencerahkan. Pendidikan yang menjadikannya seorang yang utuh dalam bidang kognitif, sosial, maupun akhlaq. Anak tak bisa dipungkiri adalah penerus estafet sebuah keluarga, kelompok, organisasi, bahkan negara. Maka dari itu, sudah sepantasnyalah berbagai institusi yang langsung bersinggungan dengan anak saling bersinergi untuk menghasilkan pendidikan yang terbaik.
Institusi bernama sekolah, yang mana setiap hari pasti ditemui oleh setiap anak mempunyai kewajiban besar dalam pendidikan seorang anak. Lebih khusus lagi adalah seorang pendidik (baca;guru) yang mana ketika di sekolah sebagai pengganti peran orang tua ketika di rumah. Seorang pendidik wajib menciptakan iklim yang menyenangkan bagi siswa sebagai haknya dalam memperoleh pengajaran. Telah banyak ahli yang menulis dan mengemukakan berbagai teori pengajaran, tetapi itu semua hanya akan menguap ketika tak dipraktikkan dalam pembelajaran sehari-hari.
Penciptaan lingkungan belajar yang menyenangkan juga didukung oleh Peter Kline, seorang penulis buku The Everyday Genius yang mengatakan bahwa “sekolah harus menjadi ajang kegiatan yang paling menyenangkan di setiap kota”. Menyenangkan di sini tentu saja bukan diartikan tanpa tujuan. Tetapi bagaimana seorang guru bisa mendesain kelas dan memilih metode pengajaran yang sesuai dengan kondisi siswa. Sebagai contoh, di sebuah kelas yang berisi anak-anak dengan berbagai tipe kecerdasan (auditory, visual dan kinestetik).
Pembelajaran yang dilakukan tidak hanya menitikberatkan pada satu model saja misalnya presentasi (yang mungkin cocok untuk anak-anak visual), sementara anak dengan tipe kecerdasan kinestetik dan auditory tidak tercover. Bagaimanapun cara guru mendudukkan siswa, dan mungkin memang terlihat patuh dan tertib. Tapi percayalah bahwa sesungguhnya mereka tidak betul-betul belajar. Mereka terlihat duduk tertib karena pengaruh gurunya yang tegas atau bisa jadi killer. Alangkah malang anak-anak yang belajar dalam keterpaksaan itu. Bisa jadi ketika ada waktu berekspresi, mereka akan meluapkan dengan berlebihan bahkan tidak terkontrol. Karena sesungguhya kebutuhan mereka selama ini tidak terpenuhi. Seperti bom yang sewaktu-waktu bisa meledak.
Penciptaan suasana yang nyaman tersebut pasti akan sangat berpengaruh terhadap cara pandang siswa terhadap belajar. Banyak anak yang beranggapan bahwa matematika itu sulit, tapi jangan salah. Matematika bisa menjadi sesuatu yang menyenangkan dan membuat ketagihan manakala seorang guru bisa menyulap suasana belajar di dalam kelas. Selain itu, untuk lebih memantik gairah seorang anak dalam belajar, maka siswa perlu mengetahui kegunaan dari apa yang dia pelajari. Bobby De Porter mengistilahkannya dengan AMBAK (Apa Manfaatnya Bagiku?). Anak-anak akan bersemangat untuk melakukan sesuatu jika mereka mengetahui apa manfaat dari pekerjaan itu.
Sebagai seorang guru, pernahkah kita berkaca terhadap apa yang telah kita jalani selama ini. Bisa jadi salah satu dari kita termasuk tipe guru yang kuper (kurang perhatian), sehingga setiap kali mengajar selalau berucap “Perhatikan anak-anak”. Padahal jika kita mau mencari sebab kenapa anak-anak tidak memperhatikan bisa jadi karena pelajaran yang kita berikan atau cara mengajar yang kita gunakan tidak menarik bagi mereka. Mungkin sangat jarang kita mendengarkan apa yang anak-anak inginkan. Pembelajaran selalu berfokus kepada guru (teacher-centered) dengan mengabaikan kebutuhan seorang anak yang seharusnya diakomodasi.
Dole dan Sinatra menyatakan bahwa belajar merupakan proses perubahan. Siswa sendiri yang melakukan perubahan tentang pengetahuannya. Peran guru hanya sebagai fasilitator, mediator dan pembimbing. Guru membantu proses perubahan tersebut dengan scaffolding dan guiding sehingga siswa bisa mencapai tingkat pemahaman yang lebih sempurna dibandingkan pemahaman sebelumnya. Guru menyuapkan tangga yang efektif, tetapi siswa sendiri yang memanjat melalui tangga tersebut untuk mencapai pemahaman yang lebih dalam. Tentunya kita semua berharap tidak menjadi model guru atau orang tua yang memaksakan sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang anak inginkan.