Rabu, 28 Oktober 2015
Senin, 26 Oktober 2015
Anak-anak, setiap hari membawa cerita indah dalam perjalanan kisah gurunya. Dari mulai awal masuk kelas, hingga tiba waktu melepas mereka untuk naik ke kelas selanjutnya.
Tingkah polah tersebut tak semua sama, justru berbeda jauh dari satu dan lainnya. Manusia diciptakan Allah dengan segala kelebihan dan kelemahan. Satu kelas yang berisi 28 anak pun akan ditemui 28 karakter dan keunikan anak-anak berbeda. Rasulullah SAW pernah menyampaikan bahwa perbedaan adalah rahmat.
Dengan berbeda kita bisa saling melengkapi satu dengan yang lain. Anak-anak di kelas memang sangat beragam dengan segala keunikannya. Kata unik tersebut menyiratkan sesuatu yang tidak biasa atau tidak umum. Ada pandangan yang berbeda dalam penilaian masyarakat secara luas. Sesuatu yang baru dalam kehidupan kita akan menantang otak ini untuk lebih aktif bekerja. Sangat berbeda ketika kita hanya menemui sesuatu yang senantiasa monoton. Maka bersyukurlah bagi kawan-kawan yang senantiasa membuat hidupnya penuh warna. Jikapun tidak, maka selalu lah ciptakan pengalaman baru dalam tiap detik hembusan nafas. Agar kelak pengalaman kita dalam merasai kehidupan akan lebih kaya.
Ilmu qabla amal. Kalimat itulah yang kiranya mengharuskan seseorang harus mempunyai ilmu terlebih dahulu sebelum kemudian beramal atau berkiprah dalam kehidupannya. Namun, tak juga harus menunggu ilmu lengkap untuk bisa berkiprah. Yang menjadi titik penting adalah belajar adalah sebuah proses yang tiada akhir. Dimanapun, kapanpun dan dengan siapapun harus menjadi ajang pembelajaran diri. Sebagai seorang guru, perbedaan dalam diri anak dapat menjadi ladang untuk terus belajar dan memperkaya pengalaman. Selamat berproses!
Tingkah polah tersebut tak semua sama, justru berbeda jauh dari satu dan lainnya. Manusia diciptakan Allah dengan segala kelebihan dan kelemahan. Satu kelas yang berisi 28 anak pun akan ditemui 28 karakter dan keunikan anak-anak berbeda. Rasulullah SAW pernah menyampaikan bahwa perbedaan adalah rahmat.
Dengan berbeda kita bisa saling melengkapi satu dengan yang lain. Anak-anak di kelas memang sangat beragam dengan segala keunikannya. Kata unik tersebut menyiratkan sesuatu yang tidak biasa atau tidak umum. Ada pandangan yang berbeda dalam penilaian masyarakat secara luas. Sesuatu yang baru dalam kehidupan kita akan menantang otak ini untuk lebih aktif bekerja. Sangat berbeda ketika kita hanya menemui sesuatu yang senantiasa monoton. Maka bersyukurlah bagi kawan-kawan yang senantiasa membuat hidupnya penuh warna. Jikapun tidak, maka selalu lah ciptakan pengalaman baru dalam tiap detik hembusan nafas. Agar kelak pengalaman kita dalam merasai kehidupan akan lebih kaya.
Ilmu qabla amal. Kalimat itulah yang kiranya mengharuskan seseorang harus mempunyai ilmu terlebih dahulu sebelum kemudian beramal atau berkiprah dalam kehidupannya. Namun, tak juga harus menunggu ilmu lengkap untuk bisa berkiprah. Yang menjadi titik penting adalah belajar adalah sebuah proses yang tiada akhir. Dimanapun, kapanpun dan dengan siapapun harus menjadi ajang pembelajaran diri. Sebagai seorang guru, perbedaan dalam diri anak dapat menjadi ladang untuk terus belajar dan memperkaya pengalaman. Selamat berproses!
Anak lahir ke dunia bukan tidak membawa apa-apa, begitu pula halnya ketika anak-anak masuk ke dalam kelas. Pada diri seorang anak telah terbangun sebuah pola pikir sebagai hasil dari interaksinya dengan lingkungan. Piaget dalam teorinya juga menjelaskan bahwa seorang anak dapat mengkonstruksi pemahaman dari apa yang dia lakukan secara langsung. Pelibatan siswa dalam aktivitas akan memancing perkembangan pola pikir kritis terhadap sesuatu. Pengetahuan yang berasal dari aksi yang dilakukan secara langsung bukanlah merupakan bawaan lahir, tapi pengetahuan tersebut adalah hasil konstruksi secara aktif dalam diri siswa melalui pengalaman yang mereka dapatkan.
Poin penting dari teori Piaget (2001:2) menyebutkan bahwa anak adalah seorang pembelajar dan pemikir aktif. Mereka mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri dari objek atau pengalaman yang didapatkan. Donaldson menekankan “(the child) actively tries to make sense of the world ... asks questions, ... wants to know ... Also from a very early stage, the child has purpose and intentions: he wants to do. (Donaldson, 1978: 86). Penekanan dari Donaldson tersebut mengisyaratkan bahwa seorang anak tidaklah diam. Mereka selalu aktif ingin mencoba mengeksplorasi segala sesuatu di sekitar mereka. Oleh karena itu., lingkungan kelas yang mereka jumpai sehari-hari haruslah memberikan kesempatan bagi anak untuk mengenal dunianya. Intelektual dan kreativitas merupakan kemampuan alamiah yang dimiliki oleh anak-anak.
Mereka menunjukkan spontanitas dan keberanian dalam perilakunya, mempunyai rasa ingin tahu, daya imajinasi yang kuat, jiwa seni, rasa estetika yang diungkapkan dalam berbagai kegiatan. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa seorang anak bukanlah sebuah gelas kosong yang siap kita tuang dengan air sesuai kehendak kita sebagai guru. Anak-anak tersebut adalah sebuah gelas yang telah terisi dengan bekal berupa otak yang telah bisa mencerna dan mengkonstruk segala pengalaman kehidupan di sekitarnya. Tugas sebagai seorang guru adalah membantu anak tersebut mengeksplor dan menghubungkan segala pemahaman tersebut menjadi satu kesatuan pemahaman dalam diri mereka. Peran guru bukan pada pemberi informasi, tetapi lebih pada fasilitator yang mengantarkan siswa dalam mengembangkan informasi yang didapatkan. Pelibatan siswa secara kognitif, fisik dan emosional sangat penting agar siswa senantiasa termotivasi untuk belajar.
Prof. Dr. Jimmy Assidiqie mengungkapkan bahwa dengan adanya ICT pada saat ini, proses pembelajaran pada lingkungan sekolah tidak memerlukan guru ataupun dosen sebagai penyampai ilmu. Ilmu pengetahuan dapat didapatkan dengan mudahnya melalui fasilitas yang sangat berlimpah di sekitar peserta didik . Paradigma berpikir pembelajaran jaman dulu yang menganggap bahwa peserta didik sebagai sebuah gelas kosong harus diubah. Ketika pertama duduk di bangku sekolah, seorang peserta didik merupakan sebuah gelas berisi yang siap untuk diberikan warna dan rasa oleh para guru. Konstruksi awal dalam diri siswa merupakan modal besar yang tak didapatkan dari buku materi manapun.
Poin penting dari teori Piaget (2001:2) menyebutkan bahwa anak adalah seorang pembelajar dan pemikir aktif. Mereka mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri dari objek atau pengalaman yang didapatkan. Donaldson menekankan “(the child) actively tries to make sense of the world ... asks questions, ... wants to know ... Also from a very early stage, the child has purpose and intentions: he wants to do. (Donaldson, 1978: 86). Penekanan dari Donaldson tersebut mengisyaratkan bahwa seorang anak tidaklah diam. Mereka selalu aktif ingin mencoba mengeksplorasi segala sesuatu di sekitar mereka. Oleh karena itu., lingkungan kelas yang mereka jumpai sehari-hari haruslah memberikan kesempatan bagi anak untuk mengenal dunianya. Intelektual dan kreativitas merupakan kemampuan alamiah yang dimiliki oleh anak-anak.
Mereka menunjukkan spontanitas dan keberanian dalam perilakunya, mempunyai rasa ingin tahu, daya imajinasi yang kuat, jiwa seni, rasa estetika yang diungkapkan dalam berbagai kegiatan. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa seorang anak bukanlah sebuah gelas kosong yang siap kita tuang dengan air sesuai kehendak kita sebagai guru. Anak-anak tersebut adalah sebuah gelas yang telah terisi dengan bekal berupa otak yang telah bisa mencerna dan mengkonstruk segala pengalaman kehidupan di sekitarnya. Tugas sebagai seorang guru adalah membantu anak tersebut mengeksplor dan menghubungkan segala pemahaman tersebut menjadi satu kesatuan pemahaman dalam diri mereka. Peran guru bukan pada pemberi informasi, tetapi lebih pada fasilitator yang mengantarkan siswa dalam mengembangkan informasi yang didapatkan. Pelibatan siswa secara kognitif, fisik dan emosional sangat penting agar siswa senantiasa termotivasi untuk belajar.
Prof. Dr. Jimmy Assidiqie mengungkapkan bahwa dengan adanya ICT pada saat ini, proses pembelajaran pada lingkungan sekolah tidak memerlukan guru ataupun dosen sebagai penyampai ilmu. Ilmu pengetahuan dapat didapatkan dengan mudahnya melalui fasilitas yang sangat berlimpah di sekitar peserta didik . Paradigma berpikir pembelajaran jaman dulu yang menganggap bahwa peserta didik sebagai sebuah gelas kosong harus diubah. Ketika pertama duduk di bangku sekolah, seorang peserta didik merupakan sebuah gelas berisi yang siap untuk diberikan warna dan rasa oleh para guru. Konstruksi awal dalam diri siswa merupakan modal besar yang tak didapatkan dari buku materi manapun.