Seorang ibu yang belajar dan berproses untuk merawat dan menumbuhkan fitrah keluarga

Jumat, 26 Januari 2018

Kunci yang tak Sengaja Ditemukan (part 2)

13.08 0 Comments


Setelah beberapa saat, salah satu guru datang padanya dan berkata, “Nak, coba sini duduk dengan Bu Guru. Lihat Bu Guru sebentar” dengan ogah-ogahan dia mencoba menuruti guru tersebut. “Bu Guru cuma mau bertanya, Islam itu mengajarkan kita kerapian tidak ya?”, anak tersebut mengangguk. “Nah, kalau begitu Bu Guru ingin kamu menunjukkan contoh bahwa Islam mengajarkan kerapian itu seperti apa. Itu saja, oke!” . Sang guru meninggalkan anak itu dan terlihat bahwa dia berpikir. Tak lama setelah itu, dia keluar ruangan, tak tahu apa yang mau dilakukan. Setelah anak tersebut masuk, sang guru melihat keluar dan ternyata sepatu yang tadi ditumpuk sudah berjajar rapi dengan sepatu yang lain.

Subhanallah, bertambah ilmu lagi bagi kami. Pelajarannya adalah bahwa hati anak hanya bisa disentuh dengan hati. Sebuah kayu yang bengkok, jika dipaksa diluruskan maka akan patah. Sejak saat itu, maka sang guru selalu mencoba membicarakan segala sesuatu dengan baik dan memantik anak-anak dengan pemikiran agar mereka terbiasa melakukan atas kesadaran mereka sendiri. 

Selasa, 23 Januari 2018

Kunci yang tak Sengaja Ditemukan (part 1)

08.32 0 Comments


Hari ini waktunya jalan-jalan. Anak-anak akan diajak untuk mengunjungi beberapa tempat yang ada di sekolah, diantaranya ruang tata usaha, ruang kepala sekolah, ruang PSB, Ruang Komputer dan Ruang AVA. Sangat menyenangkan memang, terutama bagi anak-anak yang berlebih energi. Serasa mereka bisa mengekspresikan sesuatu yang mereka tunggu, yaitu mengeksplorasi alam luar.
Hingga pada suatu ketika tibalah di sebuah ruangan bernama Pusat Sumber Belajar. Pengelola membuat aturan bahwa sepatu diatur dengan rapi di luar ruangan, tentunya berdasar bahwa Islam itu mencintai keindahan. Seorang anak yang memang guratan pendiriannya tegas melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan oleh temannya. Dia meletakkan sepatu secara acak, ditumpuk diantara sepatu yang lain. Langsung saja dia melenggang ke dalam ruang PSB.  Salah satu guru yang sedari tadi mengingatkan segera bergerak untuk menertibkan. Anak tersebut coba untuk dipaksa merapikan sepatu, tapi tak bisa juga. Justru dia memberontak dan bertanya “Kenapa harus ditata rapi?”.  
Setelah beberapa saat, salah satu guru datang padanya dan berkata, “Nak, coba sini duduk dengan Bu Guru. Lihat Bu Guru sebentar” dengan ogah-ogahan dia mencoba menuruti guru tersebut. “Bu Guru cuma mau bertanya, Islam itu mengajarkan kita kerapian tidak ya?”, anak tersebut mengangguk. “Nah, kalau begitu Bu Guru ingin kamu menunjukkan contoh bahwa Islam mengajarkan kerapian itu seperti apa. Itu saja, oke!” . Sang guru meninggalkan anak itu dan terlihat bahwa dia berpikir. Tak lama setelah itu, dia keluar ruangan, tak tahu apa yang mau dilakukan. Setelah anak tersebut masuk, sang guru melihat keluar dan ternyata sepatu yang tadi ditumpuk sudah berjajar rapi dengan sepatu yang lain.
Subhanallah, bertambah ilmu lagi bagi kami. Pelajarannya adalah bahwa hati anak hanya bisa disentuh dengan hati. Sebuah kayu yang bengkok, jika dipaksa diluruskan maka akan patah. Sejak saat itu, maka sang guru selalu mencoba membicarakan segala sesuatu dengan baik dan memantik anak-anak dengan pemikiran agar mereka terbiasa melakukan atas kesadaran mereka sendiri.

Nafisah_azhief

2018

Rabu, 17 Januari 2018

Cerdas Memilih Bahan Ajar

11.19 0 Comments

Bahan ajar bentuknya sangat beragam. Bahan ajar atau materi pembelajaran (instructional materials) secara garis besar terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan. Menurut Dewey, dalam penyusunan bahan ajar hendaknya memperhatikan beberapa syarat. Diantara syarat tersebut adalah:[1]
a.         Bahan ajar hendaknya konkret, dipilih yang betul-betul berguna dan dibutuhkan, dan dipersiapkan secara sistematis dan mendetil.
b.        Pengetahuan yang diperoleh sebagai hasil belajar, hendaknya ditempatkan dalam kedudukan yang berarti, yang memungkinkan dilaksanakannya kegiatan baru, dan kegiatan yang lebih menyeluruh.
Bahan  pelajaran bagi anak tidak bisa semata-mata diambil dari buku pelajaran, yang diklasifikasikan dalam mata-mata pelajaran terpisah. Mata pelajaran harus berisikan kemungkinan-kemungkinan, harus mendorong anak untuk bergiat dan berbuat. Bahan pelajaran harus memberikan rangsangan pada peserta didik untuk bereksperimen. Dengan demikian, harapannya adalah supaya peserta didik yang aktif, bekerja, dan berkesperimen. Bahan pelajaran tidak diberikan dalam disiplin-disiplin ilmu yang ketat, tatapi merupakan kegiatan yang berkenaan dengan suatu masalah (problem).
Peranan guru bukan hanya berhubungan dengan mata pelajaran, melainkan dia harus menempatkan dirinya dalam seluruh interaksinya dengan kebutuhan, kemampuan, dan kegiatan siswa. Guru juga harus dapat memilih bahan-bahan yang sesuai dengan kebutuhan mayarakat dan lingkungan. Metode mengajar merupakan penyusunan bahan pelajaran yang memungkinkan diterima oleh para siswa dengan lebih efektif. Sesuatu metode tidak pernah terlepas dari bahan  pelajaran, kita dapat membedakan cara berbuat, tetapi cara ini hanya ada sebagai cara berhubungan dengan atau materi tertentu. Metode mengajar harus fleksibel dan menimbulkan inisiatif kepada para siswa. [2]

Januari 2018
Nafisah Azhief



[1] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek..., hal 44
[2] Ibid.

Sabtu, 13 Januari 2018

Bermain Memupuk Kreativitas

11.22 0 Comments


Bermain adalah dunia anak yang sebenarnya. Jenis permainan dan alat permainan pun bermacam-macam. Namun, pernahkah orang tua anak sebagai pemberi mainan tersebut memikirkan tujuan mereka memberikan mainan tersebut selain untuk kesenangan anak. Sebenarnya usia anak-anak terutama di bawah 7 tahun adalah masa-masa emas bagi orang tua untuk membina dan mengembangkan kemampuan anak. Hal ini dapat dilakukan tak hanya dengan pendidikan dalam rangka pengembangan intelektual (IQ), tapi dapat pula digali dari kemampuan anak dalam hal berkreasi /kreativitas. Kreativitas ini tergolong dalam kecerdasan EQ dan SQ.   
Setiap orang memiliki bakat kreatif meskipun masing-masing dalam bidang dan derajat yang berbeda-beda. Bakat kreatif perlu dipupuk dan dikembangkan sejak dini melalui berbagai cara. Prof.Dr. Utami Munandar mengatakan bahwa salah satu caranya adalah dengan memberikan mainan kepada anak. Bermain merupakan bagian dari perkembangan anak. Kehidupan seorang anak bisa dikatakan tidak bisa dilepaskan dari bermain. Bermain sudah merupakan kebutuhan bagi mereka.  
Permainan pun bermacam-macam. Ada permainan yang tidak memerlukan peralatan sama sekali, namun tak sedikit permainan yang memerlukan alat pendukung. Alat permainan tersebut sangat bermanfaan bagi anak untuk melatih kemampuan fisik maupun olah pilkir yang hisa kita sebut sebagai kreativitas. Kreativitas yang berkembang dari pemberian mainan anak tersebut tergantung dari jenis alat permainannya. Jenis kreativitas itu misalnya kemampuan bercerita, berkarakter, mencipta/membangun, berinteraksi dan lain-lain. Jadi, dalam pemberian mainan orang tua seharusnya mempertimbangkan faktor-faktor yang mendukung terhadap perkembangan kreativitas tersebut. Bermula dari alat permainan sederhana, otak anak akan berkembang melebihi ekspetasi yang diharapkan orang tua. Bermain peran, mencipta, menyususn balok atau lego, menggambar adalah beberapa permainan yang dapat memantik kreativitas tersebut.
Oleh karena itu, tak ada kata terlambat untuk memulai. Anak adalah investasi masa depan. Orang tua seharusnya lebih serius memperhatikan kemampuan yang sudah ada sehingga bisa berkembang secara optimal. Bimbingan dari orang tua juga merupakan kunci perkembangan kreativitas tersebut. Orang tua yang kreatif pasti akan melahirkan anak-anak yang kreatif pula.

Nafisah Azhief
2018