Seorang ibu yang belajar dan berproses untuk merawat dan menumbuhkan fitrah keluarga

Jumat, 28 Oktober 2016

Belajar Bersosial Lewat Bermain

14.06 0 Comments
Manusia adalah makhluk monodualis. Istilah ini mengandung arti bahwa manusia merupakan makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Sebagai bagian dari masyarakat sosial, maka manusia membutuhkan interaksi dengan lingkungan di sekitarnya. Interaksi ini bertujuan untuk pemenuhan kebutuhannya akan bantuan orang lain. Tanpa interaksi dengan  sekitar, seseorang akan tumbuh menjadi seorang yang egois dan tidak peduli dengan kondisi sekitar.
Anak-anak sebagai bagian dari masyarakat pun membutuhkan pemenuhan akan kebutuhan bersosialisasi. Kebutuhan anak akan sosialisasi bisa dalam berbagai bentuk. Bentuk sosialisasi tersebut memang tidaklah terlihat sama persis seperti yang dilakukan oleh orang dewasa. Salah satu  kegiatan yang disenangi anak sekaligus sebagai media sosialisasi adalah bermain. Pasti setiap hari kita bisa melihat bahwa anak-anak tak bisa lepas dari kegiatan bermain. Karena dunia anak adalah dunia bermain.
Wujud sosialisai lewat bermain ini sangat efektif untuk menanamkan kepedualian pada diri anak. Sebagai contoh adalah kemampuan anak yang mengajak teman untuk bermain bersama dan meminjamkan mainan tersebut kepada temannya. Hubungan/pergaulan seorang anak dengan anak-anak lain dalam bermain merupakan faktor yang penting dalam perkembangannya karena anak harus belajar untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya agar dia dapat diterima sebagai manusia sosial di masyarakatnya.
Dalam situasi bermain anak belajar bergaul dengan anak-anak lain yang mempunyai tuntutan dan hak yang sama dengan dirinya. Dia belajar membagi alat mainan bergiliran, bekerja sama, tolong menolong dan belajar untuk dapat mandiri. Keadaan itu memberi pengalaman kepada anak untuk memahami kebutuhan anak lain dan belajar mentaati peraturan-peraturan bermain. Dia belajar juga menggunakan kebebasan secara bertanggungjawab. Hal yang perlu diperhatikan di sini adalah perlunya disediakan beberapa alat mainan serupa untuk menghindari atau meminimalisir terjadinya konflik antar anak.
           
            Noer_azhief

Foto: Wahyu, Deni, Aby

Kamis, 27 Oktober 2016

Urgensi Pendidikan Karakter

08.04 0 Comments
Pendidikan karakter atau biasa dikenal dengan character building menjadi kebutuhan yang sangat urgen. Fenomena masyarakat saat ini sudah sangat jauh berubah. Peristiwa demi peristiwa menghias halaman depan surat kabar ataupun topik utama dalam pembahasan diskusi pada semua stasiun televisi. Tak tertinggal pula segala peristiwa yang membuat bulu kuduk ini bergidik menyaksikannya. Betapa tidak, berita mengenai kebrutalan anak kepada orang tua ataupun kebiadaban orang tua kepada anak sudah melampau batas fitrah yang selayaknya. Belum lagi tingkah polah para pemimpin negeri yang sudah tak malu lagi berbuat kesalahan yang akibatnya pun ditanggung oleh rakyatnya. Korupsi dan penyelewengan kekuasaan untuk memperkaya diri sendiri ini sudah menjadi satu rahasia umum. Pembangunan dinasti keluarga pada suatu instansi, penyelesaian perkara dengan uang sebagai pelicin dan masih banyak lagi kasus lain yang mungkin tak sempat terekspos oleh media.
Berbagai fenomena di atas merupakan sebuah hasil dari proses lama sebuah pembentukan kepribadian atau karakter. Karakter tersebut berawal dari kebiasaan beberapa individu yang akhirnya memasyarakat. Seorang ahli pernah mengatakan bahwa jika kita menanam kebiasaan maka akan terbentuklah karakter. Beberapa karakter yang tersebut di atas, semisal karakter korup merupakan kebiasaan turun menurun yang tidak pernah diputus yang pada akhirnya menjadi sebuah kebiasaan. Kebiasaan tersebut dianggap sebagai suatu hal yang lumrah dan ada pemakluman ataupun pemaafan. Bisa dibilang, kesalahan yang dilakukan berulang kali tidak dianggap lagi sebagai kesalahan. Semua itu sudah disebut sebagai kebiasaan yang berbuah pada karakter. Kondisi tersebut akhirnya mendarah daging dan sulit untuk dihilangkan.
Pembentukan karakter ini merupakan hal yang sangat penting dalam pembangunan sebuah bangsa. Jika semakin lama karakter korup yang dibiasakan maka bangsa ini akan menjadi bangsa yang berkarakter korup. Suatu yang jelek jika dibiasakan akan menjadi karakter, maka sesuatu yang baik pun ketika dibiasakan maka akan menjadi sebuah karakter juga. Namun, mungkin belum banyak yang mengumandangkan bagaimana karakter baik itu terbentuk. Padahal banyak karakter baik yang sebenarnya dimiliki oleh bangsa ini.
Bangsa yang menginginkan manusia yang berkarakter baik, maka harus berupaya untuk mewujudkannya lewat media bernama pendidikan. Pendidikan dipilih sebagai media nya karena tujuan dari pendidikan adalah untuk membentuk dan juga mengubah. Membentuk pembiasaan yang baik melalui pendidikan, menanamkan pemahaman melalui pendidikan. Selain itu, mengubah sesuatu dari buruk menjadi baik pun juga melalui pendidikan. Oleh karena itu, kualitas pendidikan menjadi indikator kemajuan sebuah bangsa. Hal tersebut dikarenakan dengan pendidikan yang baik, maka kualitas manusia pun akan sejalan.  Begitu pula sebaliknya.
Pendidikan karakter yang saat ini digaungkan di penjuru dunia merupakan salah satu jalan merubah kebiasaan lama yang sudah mengakar kuat. Manusia senantiasa berubah sesuai dengan kultur dimana ia tinggal. Sifat manusia tidaklah statis melainkan dinamis. Hal ini dibuktikan bahwa dalam masyarakat kita tidak sedikit orang yang dulunya jahat sekarang menjadi baik, lebih baik dari kita bahkan. Begitu pula sebaliknya, banyak juga orang yang dulunya baik berubah 180 derajad menjadi orang yang sangat jahat. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa sifat atau karakter seseorang bukanlah murni bawaan secara genetis, namun andil pembiasaan dan lingkungan pun juga sangat besar. Kondisi tersebut menjadi sebuah peluang ataupun kesempatan bagi para pendidik untuk membentuk karakter seseorang anak sejak dini.
Pendidikan karakter memang bukan merupakan mata bidang yang tercantum dalam jadwal pelajaran. Akan tetapi, kebutuhan akan pendidikan karakter ini justru lebih penting daripada teori-teori dari buku yang hanya berhenti di meja belajar. Oleh karena itu, sinergi dari semua elemen sangat diperlukan demi perbaikan karakter bangsa.



Noer_azhief
foto: google.co,id

Rabu, 26 Oktober 2016

Pembiasaan Baik, Berbuah Manis

09.59 0 Comments
            Imam Ghazali, mengatakan, “Anak kecil siap menerima segala ukiran dan akan cenderung pada setiap yang diucapkan.” Maka dari itu, pendidikan yang baik merupakan hak setiap anak di seluruh dunia ini. Sebagai orang tua maupun pendidik, kita mempunyai kewajiban untuk mengantarkan anak-anak ke gerbang pendidikan yang mencerahkan. Pendidikan yang menjadikannya seorang yang utuh dalam bidang kognitif, sosial, maupun akhlaq. 

             Seperti halnya dalam proses pembiasaan baik pada diri anak. Kebiasaan baik tersebut tidak terbentuk dengan sendirinya, tetapi memerlukan proses tanpa henti. Rasulullah pernah menyampaikan bahwa perlakukanlah anakmu dengan tiga sikap. Ketika berumur di bawah 7 tahun perlakukan ia seperti raja, setelah berumur 7-15 tahun perlakukan seperti halnya prajurit. Kemudian setelahnya perlakukan mereka sebagai seorang sahabat. Pesan tersebut menyiratkan bahwa usia sekolah dasar adalah waktu dimana orang tua harus serius menanamkan kebiasaan baik pada diri anak. Oleh karena itu, guru harus tegas dalam membiasakan anak-anak dalam hal berdoa, sholat mauapun kebiasaan baik yang lain. Pembiasaan itu akan senantiasa membekas dan menjadi akhlaq ketika mereka harus berjelaga di medan dunia yang semakin menganggap remeh apa yang dinamakan akhlaq. 

 Noer_azhief

Selasa, 25 Oktober 2016

Ngetrend???? Boleh Saja Kok....

10.12 0 Comments
Zaman sudah berubah dan senantiasa akan berubah. Yang terbaik dari kita bukanlah yang membenci perubahan, tetapi yang bisa mensikapi perubahan dengan bijak. Itu... (ngikutin gaya Mario Teguh). He,he,he. Mengapa saya memulia dengan kata-kata tersebut. Ya karena memang kita tidak bisa lepas sedikitpun dari perubahan yang ada di sekitar kita. perubahan tersebut dapat terjadi dalam semua bidang.
Salah satu perubahan tersebut adalah dalam hal fashion.  Setiap hari mungkin para perancang busana dapat menghasil trend keluaran terbaru dari model fashion yang mereka ciptakan. Dan trend itulah yang akan menjadi parameter untuk diikuti oleh khalayak ramai. Tak ayal. Biasanya wanita lah yang istilahnya menjadi “korban” dari perubahan fashion ini. Tidak ada yang salah dalam perubahan itu. Sah-sah saja.
Sebagai seorang Muslimah yang memegang teguh aturan dalam memakai baju, mengikuti trend yang berkembang bukanlah merupakan sesuatu yang salah. Asalkan trend yang dipilih tetap disesuaikan dengan aturan dan kondisi diri. Kadang kita ikur trend baju yang sedang “ngehits”, tapi sebenarnya tidak cocok sama sekali dengan karakter diri. Alhasill, bukan cantik yang didapat, akan tetapim “wagu tur lucu” katanya gitu. Nah, itu juga harus diperhatikan ya sobat cantik.
Dalam perkembangan jilbab yang saat ini ada tak kalah pula lho trend-nya. Setiap bulan atau beberapa bulan sekali pasti ada keluaran trend berjilbab terbaru. Jilbab ala siapa gitu, atau jilbab model apa lah. Yang jelas banyak dan memang sangat menarik. Yang terpenting, trend yang kita ikuti itu sesuai. Sehingga, trend jilbaba yang kita pilih tersebut membuat kita tampil lebih cantik dan terjaga. Bukan justru sebaliknya.


Noer_azhief

Senin, 24 Oktober 2016

Yuk, menanam pohon!

11.15 0 Comments

Belajar merupakan kegiatan yang mengasyikkan bagi anak-anak jika diramu dengan cara yang selalu berbeda. Anak-anak mudah bosan jika belajar yang dilakukan hanya itu-itu saja. Selain itu, belajar harus bermakna (meaningful learning). Apa maksud bermakna ini? Bermakna berarti bahwa pembelajaran tersebut membekas dan dapat diaplikasikan dalam kegiatan keseharian mereka.
Kegiatan yang bertema alam merupakan hal yang paling disukai oleh anak-anak. Dengan belajar di luar ruangan, mereka bisa mengeksplorasi dunia sekitarnya. Seperti yang dilakukan oleh anak-anak kelas 1 ini. Mereka sedang menanam pohon di sekitar halaman sekolah. Dengan ditemani oleh ibi gurunya, anak-anak sangat antusias menanam pohon yang mereka bawa dari rumah.
Kegiatan ini merupakan bagian dari metode pembelajaran yang digunakan oleh sang guru, yaitu pembelajaran kontekstual. Materi yang diberikan adalah tentang pelestarian lingkungan. Dengan metode pembelajaran ini, guru mengajak siswa untuk terlibat langsung dalam proses penanaman pohon di sekitar sekolahnya. Dengan kegiatan ini, anak-anak diharapkan dapat ikut menjaga kelestarian tanaman yang mereka tanam sendiri. Kelak ketika sudah besar pun mereka diharapkan mempunyai kesadaran untuk menjaga lingkungan di sekitarnya dengan penghijauan.
Lihatlah, mereka sungguh menikmati kegiatan pagi itu.



Noer_azhief
Foto: bu Amin dan Nuha

Rabu, 05 Oktober 2016

Kapan Belajarnya, Bu?

14.54 0 Comments
Di pagi yang cerah, ketika sinar matahari berpendar menerobos celah kaca yang tak tertutup oleh display yang ditempel di sebuah kelas yang berisi 28 anak. Semburat jingga warna sinarnya membawa keceriaan dalam proses pembelajaran yang ada di kelas tersebut. 28 anak sedang melakukan berbagai aktivitas yang bervariasi. Sebagian memegang gunting di tangan kanannya, sementara tangan bagian kiri memegang kertas yang kadang kala jatuh karena kurang kuat dalam memegang. Sebagian lagi ada yang mewarnai sebuah gambar dengan crayon yang warnanya menempel tak hanya di atas kertas yang sedang diwarnai, namun juga pada lantai, baju dan tangan serta wajah-wajah lugu nan lucu. Ada pula beberapa anak yang asyik dengan pojok bermain dengan mainan lego dan balok yang dirangkai menjadi berbagai karya sesuai dengan imajinasi dalam benak mereka. Sesekali terdengar cekcok ringan mendebatkan rupa dan bentuk bangunan kreasi bersama. Semarak suara celoteh yang saling saut dari sudut-sudut kelas, membuat kegaduhan yang terasa indah.
Sang guru berjalan dari satu tempat ke tempat yang lain untuk memeriksa pekerjaan anak-anak. Pada saat guru tersebut mendekati kumpulan anak perempuan yang  sedang heboh mewarnai gambar dengan crayon di tangan, beberapa anak bertanya.
 ” Bu, kapan belajarnya?, kok dari kemarin belum belajar cuma bermain terus.”
 Itulah salah satu pertanyaan yang membuat sang guru sedikit terhenyak. Sang guru pun dengan pelan sambil duduk lebih dekat menjawab, “Loh, ini kan sedang belajar nak.” “Masak belajar cuma kayak gini aja bu, kalau belajar itu ya nulis, berhitung, membaca”, sergahnya. “Iya, kayak aku les itu lho bu. Semua buku dikeluarkan terus dipelajari.” Tambah anak yang lain. Sang guru pun hanya bisa tersenyum mendengar celotehan anak-anak tersebut. “Yah, nanti kita mulai belajar ya. Sekarang diselesaikan dulu pekerjaannya, oke?”. “Oke bu”, jawab mereka serempak.
Kejadian pada hari itu, mengingatkan sang guru pada proses pembelajaran yang pernah dialaminya  15 tahun yang lalu ketika di bangku sekolah dulu. Bagaimana sema proses belajar itu terjadi di atas meja, duduk manis menghadap ke papan tulis, mendengarkan setiap kata yang diucapkan oleh guru tanpa beranjak sedikitpun, tanpa mengeluarkan suara sedikitpun selama beerapa jam. Bahkan, ketika ada yang ngobrol (istilahnya rame), sang guru akan langsung memanggil nama anak tersebut. Sebuah pembelajaran yang menekankan pada perhatian penuh terhadap semua yang diberikan oleh guru. Ketika diingat, memang banyak hal yang bisa didapatkan. Dari metode tersebut, anak cenderung diam, patuh dan menghargai gurunya. Tak sedikit pula siswa yang berhasil. Tak ada yang salah, sungguh tak ada yang salah dengan metode tersebut. Bahkan, sangat ingin kiranya mengucapkan terima kasih sepenuh langit terhadap sosok-sosok pengajar tersebut. Beliau-beliau lah yang mengantarakan dan menanamkan dasar pengetahuan ke dalam otak dan hati ini.


Nafisah_azhief

anaqukreatif.blogspot.com

Kunci yang Tak Sengaja Ditemukan

14.48 0 Comments

Hari ini waktunya jalan-jalan. Anak-anak akan diajak untuk mengunjungi beberapa tempat yang ada di sekolah, diantaranya ruang tata usaha, ruang kepala sekolah, ruang PSB, Ruang Komputer dan Ruang AVA. Sangat menyenangkan memang, terutama bagi anak-anak yang berlebih energi. Serasa mereka bisa mengekspresikan sesuatu yang mereka tunggu, yaitu mengeksplorasi alam luar.
Hingga pada suatu ketika tibalah di sebuah ruangan bernama Pusat Sumber Belajar. Pengelola membuat aturan bahwa sepatu diatur dengan rapi di luar ruangan, tentunya berdasar bahwa Islam itu mencintai keindahan. Seorang anak yang memang guratan pendiriannya tegas melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan oleh temannya. Dia meletakkan sepatu secara acak, ditumpuk diantara sepatu yang lain. Langsung saja dia melenggang ke dalam ruang PSB.  Salah satu guru yang sedari tadi mengingatkan segera bergerak untuk menertibkan. Anak tersebut coba untuk dipaksa merapikan sepatu, tapi tak bisa juga. Justru dia memberontak dan bertanya “Kenapa harus ditata rapi?”.  
Setelah beberapa saat, salah satu guru datang padanya dan berkata, “Nak, coba sini duduk dengan Bu Guru. Lihat Bu Guru sebentar” dengan ogah-ogahan dia mencoba menuruti guru tersebut. “Bu Guru cuma mau bertanya, Islam itu mengajarkan kita kerapian tidak ya?”, anak tersebut mengangguk. “Nah, kalau begitu Bu Guru ingin kamu menunjukkan contoh bahwa Islam mengajarkan kerapian itu seperti apa. Itu saja, oke!” . Sang guru meninggalkan anak itu dan terlihat bahwa dia berpikir. Tak lama setelah itu, dia keluar ruangan, tak tahu apa yang mau dilakukan. Setelah anak tersebut masuk, sang guru melihat keluar dan ternyata sepatu yang tadi ditumpuk sudah berjajar rapi dengan sepatu yang lain.
Subhanallah, bertambah ilmu lagi bagi kami. Pelajarannya adalah bahwa hati anak hanya bisa disentuh dengan hati. Sebuah kayu yang bengkok, jika dipaksa diluruskan maka akan patah. Sejak saat itu, maka sang guru selalu mencoba membicarakan segala sesuatu dengan baik dan memantik anak-anak dengan pemikiran agar mereka terbiasa melakukan atas kesadaran mereka sendiri


nafisah_azhief

anaqukreatif.blogspot.com